Imam al-Bukhari bernama lengkap Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Bukhari al-Ja’fi. Biasa dipanggil dengan panggilan Abu ‘Abdillah. Ia lahir di Bukhara—salah satu daerah di Rusia—pada bulan Syawal tahun 194 H.
Ayah Imam al-Bukhari adalah seorang ulama besar dalam bidang hadis. Ia wafat saat al-Bukhari masih kecil sehingga ia dibesarkan sendirian oleh sang ibu. Ibunya adalah seorang wanita shalihah yang taat beribadah.
Saat kecil kedua mata al-Bukhari buta. Suatu ketika, ibunya bermimpi melihat Nabi Ibrahim berkata kepada dirinya, “Ibu, sungguh Allah SWT telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Pagi harinya ibunya mendapati penglihatan anaknya telah sembuh (Al-Hafizh Ibn Hajar, Hadyu Sari, Muqaddimah Fath al-Bâri’ Syarh Shahîh al-Bukhârî, hlm. 640).
Imam al-Bukhari berguru kepada banyak ulama, khususnya ulama ahli hadis. Ini tercermin dari pengakuannya, “Aku telah menulis hadis dari 1000 lebih syaikh. Dari setiap syaikh itu, aku menulis 1000 hadis bahkan lebih. Tidaklah ada hadis padaku kecuali aku menyebutkan sanad-nya.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ’, 12/407; Ibn Katsir, Al-Bidâyah, 11/22; Târîkh Baghdâd, 2/4).
Sebagaimana gurunya yang banyak, Imam al-Bukhari juga memiliki banyak murid. Sebagian mereka kemudian menjadi ulama ahli hadis juga seperti Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa’i, Imam ad-Darimi, dll.
Sebagai ulama hadis terkemuka, Imam al-Bukhari memiliki daya hapal yang sangat kuat. Bahkan banyak ulama yang menyebutkan untuk langsung menghapal suatu kitab, ia cukup hanya dengan sekali membaca kitab tersebut. Terkait itu, Hasyid bin Ismail berkisah: Dulu al-Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para masayikh (para ulama) di Bashrah. Saat itu ia masih kecil. Ia tidak pernah mencatat. Hal itu berlangsung beberapa hari lamanya. Setelah enam hari berlalu, kami pun mencela kelakuannya. Menanggapi hal itu ia berkata, “Kalian merasa memiliki lebih banyak hadis daripada aku. Coba kalian tunjukkan kepadaku hadis-hadis yang telah kalian tulis.” Kami lalu mengeluarkan catatan-catatan hadis tersebut. Ternyata ia menambahkan hadis lain lagi hingga mencapai 15.000 hadis. Ia membacakan hadis-hadis itu semua dengan ingatan (di luar kepala). Kami pun akhirnya harus membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman pada hapalannya (Al-Hafizh Ibn Hajar, Hadyu Sari, hlm. 641).
Banyak ulama penasaran dengan kehebatan daya hapal Imam al-Bukhari. Suatu ketika Imam al-Bukhari datang ke Baghdad. Para ulama hadis yang ada di sana mendengar kedatangannya. Mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk menguji kekuatan hapalannya. Mereka lalu mempersiapkan 100 hadis yang telah dibolak-balikkan isi hadis dan sanad-nya; matan yang satu ditukar dengan matan yang lain; sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain. Kemudian 100 hadis ini dibagikan kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadis yang berbeda kepada Imam al-Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepada Imam al-Bukhari tentang hadis yang mereka bawakan, ia menjawab dengan jawaban yang sama, “Aku tidak tahu hadis-hadis itu.” Setelah sepuluh orang ini selesai, gantian Imam al-Bukhari memberikan penjelaskan kepada 10 orang tersebut satu-persatu, “Hadis yang Anda bawakan itu bunyinya demikian. Padahal yang benar berbunyi demikian.” Hal itu beliau lakukan kepada sepuluh orang ulama hadis tersebut. Semua sanad dan matan hadis ia kembalikan ke tempatnya masing-masing. Ia pun mampu mengulangi hadis yang telah dibolakbalikkan itu hanya dengan sekali dengar. Akhirnya, para ulama tersebut mengakui kehebatan hapalan Imam al-Bukhari dan tingginya kedudukannya (Al-Hafizh Ibn Hajar, Hadyu Sari, hlm. 652. Lihat juga: Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ,12/411, Ibn Katsir, Al-Bidâyah, 11/22).
Karena kuatnya daya hapal Imam al-Bukhari, wajar jika ia pernah mengklaim, “Aku hapal 100 ribu hadis sahih dan 200 ribu hadis yang tidak sahih.” (Al-Hafizh Ibn Hajar, Hadyu Sari, hal. 654; Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ’, 12/415).
Sebagai ulama besar, Imam al-Bukhari melahirkan banyak karya tulis, di antaranya adalah Al-Jâmi’ ash-Shahîh, At-Târîkh al-Kabîr, at-Târîkh al-Awsâth, at-Târikh ash-Shaghîr, Adab al-Mufrad, puluhan kitab lainnya (Lihat: Tahzîb al-Asmâ’ wa al-Lughât, 1/78).
Adapun terkait penulisan salah satu masterpiece-nya, Al-Jâmi’ ash-Shahîh, Imam al-Bukhari berkata, “Aku menyusun kitab Al-Jâmi’ ini dari 600 ribu hadis yang telah aku dapatkan selama 16 tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dan Allah.” (Al-Hafizh Ibn Hajar, Hadyu Sari, hlm. 656).
Yang luar biasa, Imam al-Bukhari pernah bercerita terkait penulisan kumpulan kitab hadisnya di atas, “Setiap kali aku hendak meletakkan satu hadis dalam kitab sahihku, aku mandi terlebih dulu kemudian shalat (istikharah) dua rakaat.” (An-Nawawi, Tahdzîb al-Asmâ’, hlm. 101; Al-Hafizh Ibnu Hajar, Tahdzîb at-Tahdzîb, 9/42).
Sebagaimana diketahui, dalam Al-Jâmi’ ash-Shahîh (Shahîh al-Bukhârî) ada sekitar 7560-an hadis. Jika untuk satu hadis Imam al-Bukhari shalat dua rakaat, berarti selama menulis kitab sahihnya, ia melaksanakan shalat sekitar 15.120 rakaat.
Yang juga luar biasa, kitab Shahîh al-Bukhârî hanya berisi sebagian kecil hadis-hadis sahih yang diambilkan oleh Imam Bukhari dari catatan kumpulan hadis miliknya yang berjumlah 600 ribu hadis. Artinya, masih banyak hadis sahih yang tidak dicantumkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya tersebut. Tentang ini, Imam al-Bukhari berkata, “Aku hanya memasukkan sebagian hadis sahih ke dalam kitab ini dan aku meninggalkan sebagian hadis sahih lainnya agar kitab ini tidak terlalu tebal.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubalâ’, 12/402).
Mengapa hapalan Imam al-Bukhari begitu kuat? Terkait itu ia berkata, “Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat menguatkan hapalan daripada keinginan kuat dan seringnya melakukan muthâla’ah.” (Ibn Katsir, Al-Bidâyah, 11/23).
Apa yang Imam al-Bukhari kata di atas, ia praktikkan sendiri. Ia sering mengulang-ulang membaca (menghapal) kitab puluhan bahkan ratusan kali. Konon kitab Ar-Risâlah karya Imam Syafii saja, dibaca dan diulang-ulang oleh Imam al-Bukhari tidak kurang dari 700 kali.
Begitulah keagungan dan kebesaran Imam al-Bukhari yang wafat pada tahun 256 H dalam usia 62 tahun. []