HTI

Muhasabah (Al Waie)

Daya Juang Tak Pernah Padam


Hari itu saya sedang berada di rumah sakit. Menunggu anggota keluarga menjalani operasi.  Sambil menanti, terlihat di televisi ada konferensi pers di Istana.  Rupanya, tidak ada hujan, tidak ada angin, tiba-tiba Pemerintah melalui Menkopolhukan Wiranto (8/5/2017) mengumumkan bahwa Pemerintah akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).  Saat ditanya Wartawan, Wiranto menyampaikan bahwa pembubarannya akan menempuh jalur pengadilan, sesuai dengan UU Ormas tahun 2013.  Belakangan diketahui terdapat telegram dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menyerukan kepada aparat keamanan dan kepala daerah agar melarang semua aktivitas HTI.  Di beberapa daerah pun terjadi pelarangan pengajian dan aktivitas organisasi tersebut.

Reaksi pun bermunculan.  Para ulama di berbagai daerah melakukan penolakan rencana pembubabaran HTI. Sehari setelah Wiranto memberikan pengumuman, para ulama Banten berkumpul di Ndalem KH  Fathul Adhim.  Para ulama dan kiai yang hadir sangat menolak keras rencana pembubaran  HTI dan ormas Islam lainnya.  “Tidak usah takut. Ulama Banten membela Hizbut Tahrir. Terus berjuang. Kita menolak dan menentang sekali upaya Pemerintah membungkam ormas Islam. Negara memang sedang kalangkabut. Kita pantang mundur. Walaa takhouf, jangan takut,”  ujar KH Fathoni, Cilegon.

KH Tb. Fathul Adzim (Kesultanan Banten) menyampaikan, “Saya, saat mendengar HTI dibubarkan, menangis sekaligus tertawa. Mata saya meneteskan air mata, tapi  mulut ini tertawa. Mengapa? Ini adalah tanda bahwa Allah SWT akan membuka hati umat. Mengkristalkan hati. Umat akan sadar, terbuka pikirannya, bersatu dan menghadapi musuh yang sama, sekularis, liberalis, dan komunis.”

Abah Mansyur Muhyiddin menegaskan, “Apakah Pemerintah tidak salah? PKI dimanjakan, HTI akan dibubarkan?”

Berikutnya penolakan para ulama dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Madura.

Para akademisi pun memberikan pembelaan.  Sebut saja, Prof. Dr. Jamaluddin Mirri, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya.  Beliau mengatakan, “HTI seharusnya menjadi regulator di negeri ini agar nilai-nilai Islam bisa terimplementasi secara legal. Terkait rencana pembubaran HTI, kita lawan secara hukum.”

Akademisi dari Jambi pun menolak rencana pembubaran.  Advokat baik di Jakarta dan berbagai daerah pun menyatakan bahwa rencana pembubaran HTI merupakan sikap diktator, otoriter dan bertentangan dengan UU.  “Rencana pembubaran ini sebenarnya upaya membungkam suara umat Islam, bukan sekadar HTI.  Setelah itu, seperti kata Wiranto, akan ada ormas-ormas Islam lain yang dibubarkan,” ujar pengacara senior Ahmad Michdan kepada saya.

Prof. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan, “Pemerintah tidak dapat sembarangan membubarkan ormas berbadan hukum,  melainkan harus mengikuti prosedur sebagaimana tertera dalam UU Ormas. Jika Pemerintah langsung membubarkan HTI tanpa melalui tahapan-tahapan tersebut maka langkah Pemerintah pasti melawan hukum, dan jika diajukan ke pengadilan maka Pemerintah kemungkinan besar akan dikalahkan.”

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menambahkan, “HTI sampai saat ini belum dibubarkan sehingga jangan sampai ada salah paham,  bias pemberitaan dan mispersepsi. Jika ada pihak-pihak di daerah yang melarang kegiatan HTI maka tindakan tersebut adalah tindakan melawan hokum.”

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Nur Kholis, mengatakan Pemerintah berpotensi berlaku otoriter jika membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara langsung.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengungkapkan pandangannya, “Jika Pemerintah membubar-kan HTI melalui Keputusan Presiden (KPI), artinya Joko Widodo sedang melaksanakan tindakan otoritarianisme.”

Tak ketinggalan, pemuda dan mahasiswa dari berbagai organisasi di Jawa Barat berunjuk rasa memprotes kriminalisasi ulama dan rencana pemerintah membubarkan organisasi massa (ormas) Islam HTI.

Hal yang menarik, mengapa berbagai kalangan tersebut bereaksi keras menentang rencana pembubaran HTI dan ormas Islam lainnya?  Pertama: Kejadian ini terjadi setelah kekalahan petahana yang menistakan al-Quran dalam Pilkada DKI Jakarta. Pengumuman rencana pembubaran dilakukan sehari sebelum vonis penistaan al-Quran.  Jadi, kejadian ini dipahami masyarakat sebagai perkara yang tidak dapat dipisahkan dengan kesatuan umat Islam dalam menghadapi penista al-Quran.

Kedua: Dalam pernyataan yang diungkapkan selalu menyatu antara tolak kriminalisasi ulama dan rencana pembubaran ormas Islam. Hal ini menunjukkan bahwa publik menyadari apa yang dilakukan Pemerintah sebenarnya untuk membungkam suara umat Islam dan para ulamanya.  Ini bukan semata tentang HTI.  Rencana pembubaran HTI hanyalah pintu gerbang untuk mematikan kebangkitan Islam.

Ketiga: Prosedur yang dilakukan Pemerintah tidak sesuai dengan peraturan perundangan.  Sikap otoriter tampak jelas.  Bila ini dibiarkan, karakter Orde Lama dan Orde Baru akan terulang.  Hal ini tercermin dari slogan yang berkembang ‘Rezim Represif Anti Islam’.

Keempat: Pihak-pihak yang mendukung pembubaran ormas Islam ini adalah pihak-pihak yang membela penista al-Quran.  Tidak mengherankan bila ada publik memahami bahwa ini adalah ‘balas dendam’ terhadap kalangan Islam.

Berdasarkan hal-hal di atas dapat dimengerti mengapa berbagai kalangan bereaksi keras terhadap sikap otoriter tersebut.  Bahkan Menkopolhukam merasa prihatin atas banyaknya reaksi yang menolak rencana pembubaran tersebut.

Terlepas dari itu semua, sikap berbagai kalangan umat Islam itu menggambarkan betapa mereka merupakan satu tubuh.  Tantangan yang dihadapi bersama adalah pihak asing yang ingin lebih mencengkeramkan kakinya di Indonesia.  Sayangnya, justru ada di antara anak bangsa yang menjadi bagian dari penjajah asing tersebut.  Pada sisi lain, kejadian ini makin menambah keimanan dan daya juang umat Islam.  Persis seperti yang digambarkan di dalam al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 173 (yang artinya): (yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sungguh manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu. Karena itu takutlah kepada mereka.” Lalu perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”

Memang, daya juang tak pernah padam. [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*