Pro-kontra atas rencana Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) membuat banyak pihak yang ingin mengetahui apa sesungguhnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebagai organisasi dakwah, HTI bergerak di tengah umat untuk memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah—ajaran Islam tentang kenegaraan—demi mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam kitab Ta’rîf Hizbut Tahrir, disebutkan apa yang menjadi tujuan Hizbut Tahrir, yakni melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam, di bawah naungan Khilafah. Hizbut Tahrir berdiri dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT (yang artinya: Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyerukan kebaikan (yakni Islam) dan memerintahkan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (TQS Ali Imran [3]: 104).
Gerakan dakwah ini bergerak secara legal dan sesuai hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. HTI hanya menyampaikan ajaran Islam. Tidak ada yang disampaikan oleh HTI, baik itu terkait ‘aqîdah (keimanan), syakhsiyyah (kepribadian), syariah, dakwah maupun khilafah, kecuali ajaran Islam. Berdasarkan pasal 59 UU No. 17/2013 tersebut, ajaran Islam tidak termasuk paham yang disebut bertentangan dengan Pancasila.
Hizbut Tahrir berdakwah mengikuti metodologi (manhaj) Rasulullah saw.; bersifat pemikiran, politik dan tanpa kekerasan. Secara aktif HTI menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam, baik yang bersifat intelektual maupun politik, di tengah-tengah masyarakat seraya menentang kezaliman dan kebijakan penguasa yang tidak sesuai syariah Islam. Prinsip tanpa kekerasan ini menjadi pedoman semata-mata karena begitulah Nabi saw. dulu berjuang mendakwahkan Islam di Makkah sebelum tegaknya Negara Madinah. Makanya, Hizbut Tahrir menentang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang diproklamirkan pada 2014.
Sebagai bagian dari anak negeri ini, HTI berkewajiban ikut mengentaskan persoalan-persoalan yang mendera negeri ini. Lebih dari 20 tahun keberadaannya di Indonesia, HTI telah memberikan kontribusi penting bagi pembangunan sumberdaya manusia (SDM) negeri ini dengan mencetak manusia-manusia Indonesia yang bertakwa dan berkarakter mulia. Ini tentu sangat diperlukan di tengah berbagai krisis yang tengah dialami oleh negara ini seperti korupsi yang berpangkal pada lemahnya integritas SDM yang ada.
HTI juga terlibat dalam usaha mengkritisi berbagai peraturan perundangan liberal yang bakal merugikan bangsa dan negara seperti UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, UU Sisdiknas dan lainnya. HTI menentang keras jajak pendapat di Timor Timur yang menjadikan provinsi termuda Indonesia itu lepas dari Indonesia dan segala bentuk disintegrasi/separatisme yang berkembang di Indonesia seperti di Papua dan Maluku. Delegasi-delegasi HTI mendatangi berbagai instansi pemerintah di pusat maupun di daerah dalam rangka amar makruf nahi mungkar sebagai wujud kecintaan sesama Muslim.
Meski gerakan dakwah, HTI tak abai terhadap berbagai persoalan riil yang menimpa masyarakat. HTI membina para remaja agar tidak terlibat narkoba dan pergaulan bebas serta kemaksiatan lainnya. Berbagai posko didirikan untuk membantu para korban bencana di berbagai daerah seperti tsunami di Aceh (2004), gempa di Yogyakarta (2006), letusan gunung, banjir, dan lainnya. Di luar itu, para syabab HTI bergerak secara individu di tengah masyarakat untuk mencerdaskan mereka dengan Islam dan membantu memecahkan persoalan mereka sesuai kemampuan masing-masing.
Adapun tentang Khilafah, yang banyak dipersoalkan oleh pihak yang ingin membubarkan HTI, perlu kita tegaskan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam. Bahkan kata ‘khilafah’ ini sudah disabdakan oleh Nabi saw. 14 abad yang lalu. “Kânat banû isrâ’il tasûsûhum al-anbiyâ’ kullamâ halaka nabiyy[un] khalafahu nabiyy[un] wa innahu lâ nabiyya ba’dî wa sayakûnu khulafâ’ fa yaktsurûn (Dulu Bani Israel dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, ia diganti oleh nabi yang lain. Namun, tidak ada nabi setelah aku dan yang akan ada adalah para khalifah, yang berjumlah banyak).” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian Khilafah bukanlah hal yang baru, kecuali bagi mereka yang belum pernah tahu. Para ulama telah membahas masalah Khilafah ini pada kitab-kitab mereka; ada dalam kitab-kitab kuning yang diajarkan di pesantren. Imam Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), mengatakan, “Imamah (Khilafah) ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkâm As-Sulthâniyah, hlm. 3).”
Menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), “Khilafah adalah pengembanan seluruh [urusan umat] sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka baik ukhrawi maupun duniawi yang kembali pada kemaslahatan ukhrawi (Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hlm. 166 & 190).”
Keberadaan Khilafah Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara totalitas, membuat manusia akan merasakan bagaimana kebaikan Islam yang rahmatan lil alamin. Khilafah Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu masyarakat; pangan, sandang dan papan. Khilafah bertanggung jawab terhadap pendidikan dan jaminan kesehatan masyarakat. Semuanya gratis. Ini berlaku bukan hanya bagi Muslim, tetapi juga non-Muslim (orang kafir) yang menjadi warga negara Khilafah Islam.
Penerapan syariah Islam akan membuat kekayaan alam negeri-negeri Islam secara optimal digunakan untuk kepentingan rakyat. Sebabnya, barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah seperti emas, batubara, perak dan barang tambang lain berdasarkan syariah Islam merupakan milik umum (milkiyah ‘âmmah), yang wajib dikelola negara dengan baik dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Dengan kebijakan ini sekaligus akan menghentikan penjajahan asing, seperti yang dilakukan Freeport di Papua, yang dengan serakah mengeruk kekayaan emas kita.
Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab, khususnya ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Imam an-Nawawi juga menyatakan, “Mereka (para imam mazhab) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah.” (An-Nawawi, Syarh Muslim, 12/ 205).
Alhasil, Khilafah adalah ajaran Islam. Mem-perjuangkan Khilafah adalah wajib. Menentang perjuangan penegakan kembali Khilafah ini adalah sebuah kemungkaran. Karena itu tentu tidak layak membubarkan organisasi dakwah yang sedang memperjuangkan ajaran Islam ini. [Farid Wadjdi]