Tony Blair: Barat Salah Memahami Timur Tengah
Dalam sebuah wawancara pers dengan surat kabar Daily Telegraph, mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, menggambarkan bahwa apa yang terjadi di Suriah sebagai “noda dan aib” dalam kebijakan luar negeri Barat. “Barat telah salah dalam memahami Timur Tengah,” ungkap Blair seperti diberitakan BBC Arab yang mengutip Daily Telegraph, Senin (1/5/ 2017).
“Ya benar, Barat telah salah dalam memahami Timur Tengah serta dalam memahami hakikat Islam dan kaum Muslim,” tegas aktivis Hizbut Tahrir Radiah Abdulah lansir hizb-ut-tahrir.info, Sabtu (6/5/2017).
Bahkan, lanjut Radiah, segala cara dan metode yang digunakan tidak mampu mencabut akidah Lâ Ilâha IllalLâh Muhammad Rasûlullâh (Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) dari hati kaum Muslim. Barat tidak mampu menghapus dorongan mereka untuk penerapan hukum jihad demi membela kaum Muslim, juga untuk mengembalikan kekuasaan kepada mereka. Barat tidak mampu mencabut persaudaraan Islam dari mereka dengan pembagian geografis, konsep kebangsaan dan nasionalisme yang mereka upayakan untuk disusupkan pada mereka. Mereka juga mereka tidak mampu mewujudkan integrasi kaum Muslim dengan masyarakat Barat meskipun kaum Muslim telah bertahun-tahun hidup di negara mereka.
Radiah juga mengatakan, sungguh mereka telah melakukan makar demi makar. Namun, Allah SWT telah berjanji kepada kaum Muslim, dan Rasul-Nya Muhammad saw. telah menyampaikan kabar gembira bahwa tahun-tahun kehilangan dan kesengsaraan hidup di bawah kekuasaan rezim diktator ini hanya fase sementara yang menghantarkan pada kembalinya Khilafah Rasyidah kedua yang sesuai metode kenabian.
“Kami memohon kepada Allah SWT semoga Khilafah tegak dalam waktu dekat dan kami menjadi tentaranya serta orang yang berandil dalam menegakkannya,” pungkasnya.
Kunjungan Erdogan ke India: Penghinaan atas Tumpahan Darah Kaum Muslim di Kashmir
Ahad (30/4) Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terbang ke India sebagai bagian dari kunjungan resmi dua hari, atas undangan rekannya, Presiden India, Pranab Kumar Mukherjee. Kunjungan Presiden Turki ke India dianggap Direktur Kantor Media Pusat (CMO) Hizbut Tahrir Osman Bakhach sebagai penghinaan terhadap kaum Muslim, dan tidak menghargai darah mereka yang ditumpahkan. Hal itu tidak dibolehkan dalam Islam. Sebab, lanjut Osman, semua tahu bahwa kezaliman negara Hindu tidak mengenal batas. Berbagai badai kezaliman dilakukan oleh negara ini terhadap kaum Muslim di Kashmir yang dijajah, termasuk pembunuhan, juga berbagai kejahatan yang menyebabkan kebutaan dan mutilasi, serta perkosaan masih berlangsung sejak hampir tujuh puluh tahun.
Agresi negara Hindu yang terus berlanjut ini menegaskan api permusuhan kaum musyrik yang begitu mendalam terhadap kaum Muslim. ”Sesungguhnya kamu mendapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (TQS al-Maidah [5]: 82).
“Ini dari sudut pandang hukum Islam,” ungkapnya.
Dari sudut pandang politik, lanjut Osman, kunjungan ini adalah atas perintah Amerika dalam rangka membendung Cina. Misalnya, Dr. Mevlut Tatlýyer, seorang profesor bidang Ekonomi, di Fakultas Bisnis Administrasi dan Ilmu Manajemen pada Medipol University, di Istanbul, mengatakan kepada Kantor Berita Anatolia (29/4/2017), “Dengan ini juga bahwa Turki memberi kesempatan masuknya India ke Timur Tengah dan Eropa.”
Rusia Kembali Berbohong Terkait Hizbut Tahrir
Pada 3 April 2017 berbagai media berbicara tentang aksi terorisme di Metro Petersburg. Kemudian para wartawan, dengan dorongan aparat keamanan, mulai menggoreng dan mencari “keterkaitan kelompok Islam” dalam kejahatan ini. Meski tidak adanya fakta sedikit pun yang menghubungkan kelompok Islam dengan aksi terorisme tersebut, hipotesis inilah yang dipublikasikan melalui media bahwa di balik aksi adalah para militan Muslim.
Di antara nyanyian media menyebutkan Hizbut Tahrir bersama dengan organisasi negara (ISIS) dan kelompok Islam lainnya ke dalam daftar organisasi teroris di Rusia.
Kantor Berita RIA Novosti meminta komentar seorang orientalis terkemuka, Alexey Malashenko, dan menanyakannya tentang kemungkinan Hizbut Tahrir, kelompok yang dilarang di Rusia, berada di belakang pemboman itu. Dia menjawab dengan mengatakan, “Hipotesis bahwa Hizbut Tahrir berada di belakang aksi itu sangat tidak benar. Sebabnya, program Hizbut Tahrir menegaskan penolakan semua bentuk aksi terorisme.”
Dia menambahkan bahwa tidak ada satu bukti pun keterlibatan anggota Hizbut Tahrir di belakang setiap aksi terorisme.
Ada upaya yang telah dan terus dilakukan untuk menodai reputasi Hizbut Tahrir. Kantor Berita Politics Today mempublikasikan komentar seorang profesor politik, Dmitry Afstaev, tentang Peristiwa Petersburg. Dmitry berusaha dengan berbagai cara untuk membenarkan kejahatan Rusia di Timur Tengah, dengan mengatakan, “Di Rusia ada cukup banyak gerakan teroris lokal, yang secara khusus dikenal sebagai Jihad Islam lokal. Dalam hal ini, cukup melihat sejarah Hizbut Tahrir, dan cukup mencari melalui alat pencarian tentang ekstremisme Islam untuk mendapatkan semua informasi.”
Dengan demikian dia sengaja fokus pada Hizbut Tahrir untuk meyakinkan kemungkinan Hizbut Tahrir berada di belakang kejahatan tersebut. Untuk itu, harus memperhatikan sejarah Hizbut Tahrir khususnya guna membantah pernyataan palsu dan juga beberapa kantor berita yang mempublikasikan kepalsuan ini.
Pada akhir Maret, RBK Magazine menerbitkan ringkasan investigasinya tentang besarnya apa yang disebut “pabrik trem” sebagai perangkat rahasia yang bekerja untuk kepentingan Kremlin di media senter. Dia telah menjadi pabrik untuk media yang menghimpun sejumlah portal, termasuk kantor berita Politics Today. Dari hasil investigasi RBK Magazine diketahui bahwa semua situs yang masuk dalam “pabrik media” bekerja untuk menyebarkan kepentingan Kremlin, dan semua situs itu ada karena dukungannya.
“Dengan demikian, penyebutan Hizbut Tahrir di antara nyanyian insiden pengeboman metro di Petersburg tidak lain adalah, bahwa Rusia telah memasukkan nama Hizbut Tahrir tanpa bukti ke dalam daftar organisasi teroris,” ungkap aktivis Hizbut Tahrir Rusia Suleiman Ibrahimov seperti dilansir alraiah.net, Rabu (19/4/2017).
Semua itu dilakukan, lanjut Suleiman, dalam rangka membenarkan tekanan dan penganiayaan terhadap anggota Hizbut Tahrir melalui tuduhan-tuduhan palsu bahwa mereka melakukan kegiatan terorisme. Dalam hal ini Pemerintah mengandalkan layanan “pabriknya”, terutama Kantor Berita Politics Today ini, yang selalu mempublikasikan berbagai kebohongan untuk menjinakkan opini umum. Namun, Pemerintah dengan upayanya ini justru mengungkapkan sendiri permusuhannya terhadap Islam yang tidak pernah padam. Banyak tahanan politik di Rusia yang sebagian besar adalah anggota Hizbut Tahrir memenangkan bukti yang jelas dari apa yang kami sebutkan.
Ustadz Umar Dawud, Pembawa Hizbut Tahrir ke Amerika, Berpulang
Seorang pengemban dakwah Islam yang pertama kali membawa dakwah Hizbut Tahrir ke Amerika, Ustadz Umar Dawud Abu Hisyam, berpulang ke rahmatulLâh pada Senin, 20 Rajab 1438 H yang bertepatan dengan 17 April 2017 pada usia 88 tahun.
“Masa hidupnya dihabiskan dalam ketaatan kepada Allah SWT, berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam melalui pendirian kembali Khilafah,” ungkap pers rilis HT Amerika, pada hari yang sama.
Dengan keyakinan dan pengakuan atas kehendak Allah SWT Yang Mahakuasa, HT Amerika menyampaikan belasungkawa kepada umat Islam pada umumnya dan kepada aktivis Hizbut Tahrir.
“Dia adalah di antara salah seorang hamba Allah SWT yang paling setia dalam dakwah—Allah SWT adalah Pelindung dakwah—dan pengemban dakwah dari generasi pertama, Ustadz Umar Dawud (Abu Hisham) yang kami cintai,” ungkap rilis tersebut.
HT Amerika juga menyatakan almarhum seperti mercusuar dalam aktivitasnya mengemban dakwah dengan menghadapi tantangan dengan sabar dan tidak pernah goyah hingga hari-hari terakhirnya saat dia sakit keras.
Sebagaimana anggota HT lainnya, almarhum menderita kepahitan hidup dengan dipenjara oleh rezim yang tidak adil di Yordania dan ditahan selama dua tahun. Ucapannya yang ia sukai selalu, “Ya Allah, izinkan kami menyaksikan berdirinya Khilafah Islam.”
“Kami memohon kepada Allah SWT untuk memberikan rahmat-Nya kepada dia, untuk menerima amalnya dengan baik, dan untuk mengkaruniakan kepada dia Jannatul al-Firdaus bersama para nabi dan orang-orang yang siddiq, dan memberikan ganjaran pahala kepada dia dan kepada semua Muslim dengan pahala yang terbaik,” pungkas rilis tersebut. [Riza Aulia/Joy dari berbagai sumber]