Berbahagialah menjadi seorang Muslim. Kata Rasulullah saw., apapun keadaannya, sebaik atau seburuk apapun, bagi seorang Muslim itu tetap saja baik, “Inna amrahu kullahu lahu khayr[un]. In ashabathu sarrâ’u syakara fakânat khayr[an] lahu Wa in ashabathu dharrâ’u shabara fakânat khayr[an] lahu (Sekiranya dia diberi sesuatu yang menggembirakan maka dia bersyukur sehingga menjadi kebaikan bagi dirinya. Sekiranya dia ditimpa kesusahan maka dia bersabar sehingga menjadi kebaikan pula bagi dirinya.” (HR Muslim).
Jika musibah diartikan sebagai hal buruk yang terjadi pada kita atau menimpa kita, dan tak bisa kita hindari, atau dalam definisi Syaikh Ibrahim Anis dalam Al-Mu’jam al-Wasîth, sebagai segala sesuatu yang dibenci yang terjadi pada manusia, (kullu makrûh[in] yahullu bi al-insân)—seperti penghalangan bahkan pembubaran kelompok dakwah dan intimidasi terhadap para pengemban dakwah—lalu kita bisa sikapi dengan benar maka itu tetap baik buat kita.
Bagaimana menyikapi musibah dengan benar? Sabar. Menurut Imam Suyuthi dalam Tafsîr al-Jalalayn, sabar adalah menahan diri atas apa saja yang kita benci (al-habsu li an-nafsi ‘alâ maa takrahu), lalu mengembalikan semua urusan itu kepada Allah SWT. Segala sesuatu hakikatnya adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada Dia. Inilah kalimat istirja’ sebagaimana disebut dalam firman-Nya yang artinya): “(yaitu) orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lilLâhi wa innâ ilayhi râji’ûn.” (QS al-Baqarah [2]: 156).
Bukan sebuah sabar biasa, tetapi sabar yang tumbuh dari kesadaran tauhid, bahwa itu semua merupakan qadha’ Allah SWT. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT (yang artinya): Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sungguh yang demikian adalah mudah bagi Allah (QS al-Hadid [57]: 22).
Kesadaran semacam ini akan membuat kita tidak terlalu sedih ketika tertimpa musibah, sebagaimana tidak terlalu gembira ketika mendapatkan pemberian. Allah SWT mengingatkan hal itu (yang artinya): Kami menjelaskan yang demikian supaya kamu jangan berduka cita atas apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira atas apa yang Dia berikan kepada kamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS al-Hadid [57]: 23).
Orang-orang yang bisa menyikapi tiap musibah dengan sabar itulah yang akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah yang mendapat petunjuk (QS al-Baqarah [2]: 156).
Sebagai manusia, pengetahuan kita sangat terbatas. Kita tidak tahu apa yang bakal terjadi pada hidup kita ke depan. Yang kita tahu, peristiwa buruk atau hal yang tidak menyenangkan terjadi pada kita. Namun, apa kebaikan atau hikmah di balik itu, kadang kita tidak tahu. Bisa jadi di antaranya mungkin memang yang kita harapkan.
Beberapa tahun lalu, seusai kunjungan bisnisnya di Jakarta, seorang eksekutif puncak sebuah perusahaan mutlinasional yang berbasis di Singapura terjebak macet di jalan tol sehingga terlambat tiba di Bandara Soetta. Dengan nada kesal dan agak sedikit menyalahkan partner bisnisnya di Jakarta karena acara terakhir tadi lambat selesai, lalu terjebak macet pula, terpaksalah ia naik pesawat Singapore Airlines (SIA) penerbangan berikutnya, 1 jam sesudahnya. Apa yang kemudian terjadi? Ternyata pesawat SIA yang sedianya ia tumpangi tadi itu jatuh di sekitar Palembang. Eksekutif muda itu baru tahu setiba ia di Singapura. Ia selamat. Ia diselamatkan oleh kemacetan dan keterlambatan selesainya acara terakhir dia. Ia sangat bersyukur. Ia yang semula sangat kesal pada partner bisnisnya di Jakarta, bergegas menelepon, mengucapkan terima kasih pada partner bisnisnya itu yang telah membuat ia terlambat. Ia juga bersyukur terjebak macet, padahal beberapa jam sebelumnya sangat ia sesali.
Dalam tarikh, banyak sekali contoh bagaimana musibah membawa berkah. Nabi Yusuf as. oleh saudara-saudaranya dimasukkan ke dalam sumur. Namun, itu kemudian menjadi jalan bagi dirinya untuk sampai ke Istana. Siti Hajar ditinggal oleh suaminya, Nabi Ibrahim saw., sendirian di lembah kering tanpa satu pun tanaman. Namun, itu menjadi jalan munculnya sumur zam-zam setelah sekian kali ia berjalan diselingi dengan lari-lari kecil di antara bukti Shafa dan Marwa, yang memberi banyak sekali manfaat hingga sekarang. Beleid Raja Fir’aun memaksa ibu Musa untuk melepas anak kesayangannya ke Sungai Nil. Tentu sebuah keterpaksaan luar biasa. Bagaimana tidak, bayi yang baru saja dilahirkan itu dilepas bersama aliran sungai besar yang sangat mungkin menimbulkan bahaya bagi dirinya. Namun, ternyata sejarah kemudian mencatat, ini menjadi jalan bagi putranya untuk menjadi pahlawan dengan menghancurkan kekuasaan Fir’aun yang sangat lalim.
Sejak awal, Rasulullah saw. dan para shahabat dalam dakwahnya tak henti mengalami penindasan. Puncaknya ketika mereka diboikot di Lembah Bani Hasyim. Tidak boleh ada dari siapapun yang berhubungan dengan mereka; menjual atau membeli barang, termasuk makanan. Namun, musibah ini justru menjadi awal dari kemenangan. Lalu ketika kezaliman sudah sedemikian rupa hingga pada tingkat yang sudah membahayakan nyawa Rasulullah saw., Allah SWT memerintahkan kekasihnya itu untuk Hijrah. Hijrah inilah yang kemudian menjadi pembuka pintu kemenangan bagi Rasulullah saw. dan para sahabat. Tegaklah masyarakat Islam pertama dengan Rasulullah saw. sebagai pemimpinnya. Dari sana Islam terus berkembang ke seluruh penjuru dunia dengan memancarkan keagungan, keunggulan dan keelokan peradaban yang berbilang abad menghiasi sejarah kehidupan manusia.
Demikianlah, musibah yang kita sangka buruk, ternyata justru membawa rahmat dan berkah.
++++
Selanjutnya, setelah musibah, seorang Muslim tetap harus terus istiqamah melanjutkan ikhtiar. Ia harus tetap melakukan berbagai usaha untuk melanjutkan dakwah dan memperbaiki keadaan serta menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang muncul akibat musibah. Mengimani ketentuan Allah SWT tidaklah berarti kita hanya diam termenung meratapi nasib tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita. Ketika terjadi wabah penyakit di Syam, Umar bin Khaththab ra. segera berupaya keluar dari negeri tersebut. Ketika ditanya, “Apakah kamu hendak lari dari taqdir Allah?” maka Umar menjawab, “Ya, aku lari dari takdir Allah untuk menuju takdir Allah yang lain.”
Selanjutnya dianjurkan memperbanyak doa dan zikir bagi orang yang tertimpa musibah. Rasululah saw. mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah, “Allahumma jurnî fî mushîbatî wakhluf lî khayr[an] minhâ (Ya Allah, berilah pahala atas musibahku ini dan berilah ganti bagiku yang lebih baik darinya).” (HR Muslim).
Oleh karena itu, kita wajib untuk terus istiqamah mempertahankan dakwah ini. Jangan mudah patah oleh halangan atau hambatan dan tergiur oleh bujuk rayu setan berbentuk manusia. Teguhkan hati untuk tetap di jalan dakwah. Patrikan tekad: tak akan mati kita kecuali tetap dalam keadaan teguh memegang agama ini; tetap kokoh di jalan dakwah sambil terus berharap ada kebaikan dari setiap halangan, hambatan, rintangan dan gangguan yang menimpa dakwah ini. Ingatlah selalu perkataan Rasulullah saw. yang menggambarkan keteguhannya untuk setia di jalan dakwah: menang atau binasa.
«وَاللَّهِ لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يُظْهِرَهُ اللَّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ»
Demi Allah, andai mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya (Ibnu Hisyam, Sîrah Ibnu Hisyâm, I/266).[HM. Ismail Yusanto]