Blessing in disguise. Berkah tersembunyi. Istilah ini merujuk pada sesuatu yang pada awalnya tampak sebagai keburukan dan ketidakberuntungan, namun menyebabkan terjadinya sesuatu yang baik di kemudian hari. Ini tampaknya yang kini terjadi di tengah umat Islam.
“Kasus penistaan al-Quran di Jakarta tentu sangat menyakitkan. Bagaimana tidak, agama kita dinistakan,” ujar Edy Mulyadi kepada saya. Aktivis Korps Mubaligh Jakarta ini menambahkan, “Namun, Alhamdulillah, di balik adanya penistaan al-Quran, umat Islam bersatu. Aksi umat 411 dan 212 yang melibatkan jutaan orang merupakan bukti nyata. Hampir semua komponen umat Islam terlibat.” Ini adalah blessing in disguise.
Kini, sangat terasa ada kriminalisasi ulama dan aktivis Islam. Habib Rizieq Syihab diperlakukan tidak adil, bahkan ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang). Padahal kasusnya bukanlah korupsi, bukan hal yang merugikan negara, melainkan dugaan chatting dengan seorang perempuan. Itu pun menurut beberapa ahli merupakan chatting palsu. Beberapa tokoh penggerak aksi 212 dikriminalisasi. Sebut saja Bachtiar Nasir, Muhammad al-Khaththath, Munarman dan Amien Rais. Belum lagi para aktivis seperti Kivlan Zein dan Hatta Taliwang. Kesewenang-wenangan ini tidak boleh dibiarkan.
Namun, terlepas dari hal tersebut, lagi-lagi ada blessing in disguise. Apa yang terjadi dalam kriminalisasi ini makin menyadarkan umat Islam bahwa kezaliman dan ketidakadilan terhadap mereka begitu nyata. Kepentingan asing dan aseng begitu menyolok. Umat pun makin menyatu atas dasar kesadaran ini. Berbagai upaya memecah-belah umat Islam pun justru makin mengokohkan persatuan mereka. “Ini kok seperti zaman Nasakom (nasionalis, agama, komunis) dulu,” ungkap seorang tokoh kepada saya.
Tidak aneh jika berbagai komponen Islam bersama-sama melaporkan kriminalisasi ulama dan rencana pembubaran HTI dan ormas Islam lainnya kepada Komnas HAM. Mereka pun mengadakan aksi Tablig Akbar 96 (9 Juni 2017) di Masjid Istiqlal.
Dalam hal lain, pengacara senior Eggi Sudjana menyampaikan, “Rencana Pemerintah untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak dapat dibenarkan. Tidak sesuai dengan undang-undang. Di dalamnya terdapat cacat prosedur, cacat substantif dan cacat historis,” ujarnya. Segera beliau menegaskan, “Namun, pada sisi lain ada yang patut disyukuri. Dengan berita seperti itu, sekarang khilafah dibicarakan di mana-mana. Bahkan khilafah menjadi pembicaraan di koran-koran dan televisi. Nama, HTI pun dikenal berbagai kalangan,” katanya sambil tertawa khasnya. “Yang penting, sekarang HTI tinggal menjelaskan apa khilafah itu dan bagaimana perjuangannya itu,” tuturnya.
Apa yang dikatakan oleh Bang Eggi, begitu beliau saya sapa, ada benarnya. Suatu ketika saya naik ojek, ternyata tukang ojek juga mengerti ada organisasi Islam HTI, mengerti juga ada istilah khilafah. “Tapi saya tidak setuju HTI dibubarkan. Masa ormas Islam dibubarkan. Ini mah proyek asing, Pak,” ungkapnya.
Seorang teman saya juga bercerita bahwa tadi di angkot dia mendengar orang-orang berbicara tentang HTI dan khilafah. “Mereka masyarakat biasa,” pungkasnya. Saya pun berkata dalam hati, “Oh, ini blessing in disguise.”
Memang, manusia ini lemah. Sering kali menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk. Sebaliknya, manusia sering membenci sesuatu, padahal hal tersebut justru baik bagi dia. Allah SWT berfirman (yang artinya): Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. Boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah tahu, sedangkan kalian tidak tahu (TQS al-Baqarah [2]: 216). Bahkan boleh jadi seseorang membenci sesuatu padahal di dalam apa yang ia benci itu terdapat banyak kebaikan, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (TQS an-Nisa’ [4]: 19).
Para sahabat pun pernah mengalami hal demikian. Dalam Perjanjian Hudaibiyah, mereka memandang isi perjanjian itu sangat merugikan. Mereka pun menunjukkan ketidaksetujuannya. Namun, Rasulullah saw. melihat justru itu di dalamnya terdapat banyak kebaikan. Bahkan beliau menyatakan, “Aku adalah utusan Allah, tidak akan menyalahi perintah-Nya, sebab Dialah Penolongku.”
Sejarah mencatat, terbukti peristiwa tersebut merupakan gerbang kemenangan Rasulullah saw. dan para sahabat menjelang Fath Makkah.
Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semuanya atas kehendak Allah SWT. Apapun yang menimpa seseorang atau sekelompok orang, itu adalah ketetapan dari Allah SWT. Firman Allah SWT di dalam al-Quran (yang artinya): Katakanlah, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (TQS at-Taubah [9]: 51).
Pada sisi lain, ketika berbagai pihak berupaya untuk membuat skenario tipudaya untuk memporakporandakan perjuangan Islam, insya Allah, Dia Zat Yang Mahaperkasa akan menolong siapa pun yang menolong agama-Nya. Dia SWT akan membalas skenario tipudaya tersebut. Allah SWT berfirman (yang artinya): (Ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadap kamu untuk menangkap dan memenjarakan-mu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipudaya itu. Allah sebaik-baik Pembalas tipudaya (TQS al-Anfal [8]: 30).
Sikap yang perlu dimiliki oleh umat Islam adalah tidak berduka-cita, melainkan selalu optimis, sebagaimana firman-Nya: Janganlah kamu berduka cita terhadap mereka dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan (TQS an-Naml [27]: 70).
Di dalamnya terdapat blessing in disguise, yang pada hakikatnya merupakan ‘skenario’ Allah SWT bagi kemuliaan Islam dan kaum Muslim. [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]