Alhamdulillah, umat Islam seluruh dunia telah menyelesaikan shaum Ramadhan. Shaum Ramadhan adalah perisai bagi pelakunya. Ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw., “Shaum adalah junnah (perisai) dari neraka.” (HR an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah).
Junnah artinya perisai (wiqâyah) dan penutup (satrah) dari keterjerumusan seseorang ke dalam kemaksiatan yang menyebabkan dirinya masuk neraka. Junnah juga bermakna perisai dari neraka karena menahan syahwat (Al-Jâmi’ ash-Shahîh al-Mukhtashar, II/670).
Junnah secara bahasa berarti perisai atau pelindung; bagaikan perisai dalam peperangan yang melindungi pemakainya dari bahaya. Shaum menjadi penjaga diri seorang Mukmin dari perbuatan maksiat dengan mengekang hawa nafsunya dan menjadi pelindung dirinya kelak dari api neraka. Dengan shaum kita berusaha untuk menghindari dari perbuatan yang maksiat dan memperbanyak amal shalih, Alhamdulillah.
Ramadhan demi Ramadhan telah berlalu. Namun, kondisi umat masih sangat menyedihkan, bahkan makin menyedihkan. Krisis Palestina menjadi ‘hutang’ kita sebagai umat Islam yang belum terbayarkan. Hingga saat ini, Palestina masih dijajah entitas Yahudi yang terus-menerus menyakiti dan membunuh umat Islam di sana. Masjid al-Quds pun masih dalam kontrol entitas penjajah ini. Belum lagi persoalan Suriah yang berpangkal dari kebiadaban rezim Bashar Assad terhadap rakyatnya sendiri. Dengan bantuan Rusia dan Amerika, rezim Bashar terus membunuh rakyatnya. Lebih dari 300 ribu umat Islam terbunuh. Jutaan orang harus mengungsi dalam kondisi yang menyedihkan. Iran menjadi alat untuk membantai saudara Mukminnya sendiri. Adapun para penguasa Arab di sekitarnya menjadi para pengkhianat sejati dengan tidak melakukan tindakan nyata menghentikan kejahatan ini.
Di Indonesia, rezim liberal saat ini makin membuktikan dirinya sebagai rezim penindas yang anti Islam. Mereka telah menganggap ajaran Islam yang mulia seperti syariah Islam dan Khilafah sebagai ancaman negara. Khilafah yang merupakan ajaran Islam dikriminalkan. Sebaliknya, sistem Barat yang busuk kapitalisme, liberalisme, demokrasi dan pluralisme dianggap sebagai sistem terbaik yang harus dijaga bahkan disebut ‘harga mati’.
Rezim saat ini pun memposisikan diri mereka sebagai musuh umat Islam. Umat Islam, kelompok-kelompok Islam, para ulama, juga siapapun yang menyerukan serta memperjuangkan syariah dan Khilafah dimonterisasi dan dikriminalkan; seolah-olah penjahat keji. Padahal yang mereka perjuangkan adalah syariah Islam yang berasal dari Allah SWT yang memberikan kebaikan pada seluruh umat manusia. Sebaliknya, mereka yang menyerukan ide-ide yang sejatinya berbahaya bagi bangsa ini seperti kapitalisme dan liberalisme dianggap pejuang dan pahlawan sejati.
Tidaklah mengherankan segala sesuatu yang terkait dengan Islam kemudian dipersepsikan sebagai ancaman. Saat umat Islam bersatu melawan penista agama seperti Ahok, mereka dianggap ancaman. Tudingan keji seperti anti kebhinekaan dan pemecah-belah negara pun dituduhkan kepada umat Islam. Ketika umat Islam menyerukan syariah Islam, mereka juga dianggap ancaman. Demikian pula saat mahasiswa dan pelajar merindukan Khilafah yang mempersatukan umat. Padahal wajar umat Islam yang menjadi bagian penting dari negeri ini, yang memperjuangkan negeri ini, ingin memberikan solusi bagi negeri ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap negeri ini. Solusi mereka adalah syariah Islam yang rahmatan lil alamin. Mengapa harus dimusuhi?
Padahal sudah sangat jelas di depan mata, bagaimana dengan sistem kapitalisme liberal yang diadopsi di Indonesia, negeri ini dijajah oleh negara-negara imperialis seperti Amerika, negara-negara Eropa maupun China. Kekayaan alam Indonesia dirampok dengan cara dilegalkan oleh UU. Rakyat hidup dalam kemiskinan. Rezim liberal ini sangat patuh kepada majikannya untuk menjalankan kebijakan-kebijakan liberal yang menyusahkan rakyat. Subsidi makin dikurangi. BUMN diprivatisasi. Hutang luar negeri terus ditambah. Migas diliberalisasi dari hulu sampai hilir. Ujung-ujungnya dari kebijakan ini, rakyat makin menderita.
Rezim liberal saat ini pun mengulangi kejahatan penguasa sebelumnya, menggunakan narasi ‘anti Pancasila’ , ‘anti NKRI’ untuk menggebuk lawan-lawan politik yang mengancam eksistensi kekuasaan mereka. Seolah-oloh dengan mengklaim ‘Saya Pancasila’ mereka telah menyelamatkan negeri ini. Padahal yang terjadi semua itu adalah penyesatan politik (tadhlil al-siyâsi). Yang mereka praktikkan sebenarnya adalah ideologi kapitalisme liberal dalam segala aspek, baik politik maupun ekonomi, dengan mengatasnamakan ‘Pancasila’.
Faktanya, semua kebijakan mereka berdasarkan pada kapitalisme liberal yang menyengsarakan rakyat. Mereka mengklaim ‘Pancasilais sejati’. Faktanya pula, mereka melegalkan kekayaan alam negeri ini dirampok oleh perusahaan asing atas nama investasi asing atau perdagangan bebas. Atas nama kebhinekaan dan Pancasila, mereka menginginkan negara melegalkan kemaksiatan seperti LGBT dan seks bebas. Jangan lupa, mereka yang dulu mendukung disintegrasi Timor Timur, saat ini pun mengklaim Pancasilais sejati. Para pelaku koruptor yang terlibat kasus-kasus besar seperti BLBI dan Bank Century yang merugikan negara dalam jumlah besar pun saat ini mengklaim Pancasilais sejati. Lalu mereka menunjuk orang lain yang tidak sejalan dengan mereka sebagai anti Pancasila.
Islamophobia, ketakutan terhadap syariah Islam, juga tampak menonjol. Apapun yang mereka anggap terkait dengan syariah Islam, mereka gugat. Katanya Pemerintah prihatin dengan maraknya pemerkosaan, sementara pemerkosaan banyak dipicu oleh minum-minuman miras. Anehnya, perda larangan miras dan kewajiban menutup aurat malah dipersoalkan. Tampaknya semua itu memperlihatkan bahwa ketakutan terhadap Islam atau islamophobia makin menjangkiti rezim sekular saat ini.
Semua hal itu memperlihatkan bahwa pada intinya umat Islam tidak lagi memiliki pelindung yang menjaga nyawa, kehormatan, kemuliaan dan kekayaan mereka. Apa penyebabnya? Tidak lain karena pelindung yang selama berabad-abad telah melindungi umat Islam telah hilang. Itulah Imam atau Khalifah. Rasulullah saw. dengan tegas menyatakan, “Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai (junnah); orang-orang berperang mendukung dia dan berlindung dengan dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam penjelasannya, Imam as-Suyuthi menyebutkan, Imam (Khalifah) sebagai perisai berarti sebagai pelindung sehingga dapat mencegah musuh menyakiti kaum Muslim, mencegah masyarakat saling menyakiti satu sama lain, juga memelihara kekayaan Islam. Imam/Khalifah melindungi umat dari seluruh keburukan musuh, pelaku kerusakan dan kezaliman. Inilah perisai yang harus kita bangun kembali. Umat Islam tidak boleh melupakan perisai ini. Jika umat melupakannya, itu adalah musibah di atas musibah. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]