Nama sebenarnya adalah Ikrimah Abu Abdillah al-Qurasyi al-Madani al-Barbari rahimahulLâh. Dulunya Ikrimah adalah budak milik Hushain bin Abi al-Hurr. Ikrimah lantas dihibahkan kepada Ibnu ‘Abbas ra. Ibnu Abbas ra. memiliki Ikrimah sebagai budaknya sejak ia menjadi Gubernur Bashrah pada masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra.
Ikrimah berasal dari Barbar, wilayah Maghrib, yang sekarang mencakup Maroko, Tunisia, Libya dan beberapa negara lainnya. Rupanya Allah ‘Azza wa Jalla menghendaki kebaikan untuk Ikrimah tatkala memilihkan majikan/tuan untuk dia dari kalangan ulama besar. Ya, dialah Ibnu Abbas yang bergelar Turjuman al-Qur’ân (Sang Penerjemah al-Quran). Sungguh sangat beruntung Ikrimah menjadi budaknya. Bagaimana tidak. Kepada Ibn Abbaslah Ikrimah berkesempatan untuk belajar langsung hadis, tafsir maupun akhlak keseharian. Ibnu Abbas ra. adalah guru yang pertama kali mengajarkan ilmu tafsir dan hadis kepada Ikrimah. Ibn Abbas ra. sekaligus merupakan guru yang paling berpengaruh terhadap perkembangan ilmunya. Kelak, Ikrimah termasuk seorang tâbi’în yang meriwayatkan banyak hadis dari Ibnu Abbas ra.
Ikrimah tetap berstatus budak hingga Ibnu Abbas wafat. Saat Ibn Abbas wafat, ia berpindah kepemilikan. Ia kemudian menjadi milik Ali bin Ibnu Abbas (putra Ibnu Abbas). Namun, Ali berniat menjual Ikrimah kepada Khalid bin Yazid bin Muawiyah seharga 4.000 dinar (lebih dari Rp 8 miliar). Ikrimah lalu bertanya kepada Ali, “Mengapa Anda menjual ilmu ayah Anda seharga 4.000 dinar?” Mendengar itu Ali membatalkan penjualannya dan malah kemudian memerdekakan Ikrimah.
Selama hidupnya, Ibnu Abbas mengajari Ikrimah al-Quran dan as-Sunnah. Ikrimah terus-menerus menerima ilmu dari Ibnu Abbas. Ibn Abbas amat keras dalam mendidik Ikrimah. Agar mau belajar al-Quran dan al-Hadis, Ikrimah sering dipaksa oleh Ibnu ‘Abbas dengan cara kakinya diikat. Sebagaimana dituturkan oleh Zubair bin al-Khirrit, seorang tâbi’în junior, Ikrimah pernah berkata, “Ibnu Abbas sering mengikat kakiku. Lalu beliau mengajari aku al-Quran dan Hadis Nabi saw.”
Sikap keras Ibn Abbas dalam mendidik Ikrimah membuahkan hasil. Apalagi selain dari Ibnu Abbas, Ikrimah juga menerima pelajaran hadis dari banyak sahabat. Dalam sebuah refensi disebutkan ia bertemu dan belajar kepada lebih dari 200 sahabat, di antaranya: Hasan bin Ali, Abu Qatadah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abu Said, Muawiyah dan Ibnu Amr bin al-‘Ash. Ikrimah pun banyak mengadakan perjalanan untuk mencari ilmu. Bahkan sebuah riwayat menyebutkan bahwa Ikrimah menempuh perjalanan mencari ilmu hingga ke negeri Afrika.
Tak kurang dari 40 tahun Ikrimah menghabiskan waktunya untuk belajar atau menuntut ilmu. Tidak aneh jika pada akhirnya Ikrimah menjadi seorang yang amat alim di bidang al-Quran dan al-Hadis. Ia pun seorang yang ahli qirâ’ah dan tafsir. Bahkan ia termasuk golongan qurra dan mufassir terkenal. Ia pun, sebagaimana Ibn Abbas, memperoleh keahlian dalam berfatwa. Wajar jika ia disebut-sebut sebagai salah satu fuqaha pada zamannya. Menurut Qatadah, selain ahli tafsir dan hadis, Ikrimah menguasai shîrah sehingga dianggap ulama yang paling tahu tentang Nabi saw.
Tentang keulamaan Ikrimah, Asy-Sya’bi, seorang ulama tâbi’în, berkomentar, “Tidak ada manusia yang lebih memahami Kitabullah (al-Quran) daripada Ikrimah.”
Tentang Ikrimah, Qatadah pun berkomentar, “Ada empat orang yang paling pandai yaitu: Atha’, Said bin Zubair, Ikrimah dan al-Hasan.”
Khusus terkait keluasan ilmunya di bidang tafsir, dalam kitab Al-I’lâm disebutkan bahwa lebih dari tiga ratus ulama meriwayatkan tafsir dari Ikrimah, 70 di antaranya ulama dari kalangan tâbi’în.
Penguasaan Ikrimah atas tafsir ini diakui oleh Qatadah. Ia berkata, “Orang yang mengetahui tentang halal dan haram adalah al-Hasan. Orang yang paling mengetahui tentang manasik adalah Atha’ bin Abi Rabbah. Orang yang paling tahu tentang tafsir adalah Ikrimah.”
Masih tentang kepakaran Ikrimah di bidang tafsir, Sufyan ats-Tsauri juga menegaskan, “Ambillah tafsir dari empat orang: Said bin Zubair, Mujahid, Ikrimah dan adh-Dhahak.
Di bidang hadis, para ulama sepakat bahwa Ikrimah adalah orang yang tsiqah (terpercaya). Karena itu mereka sering ber-hujjah dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ikrimah. Di antara ulama yang ber-hujjah dengan hadis-hadis riwayat Ikrimah adalah: Ibnu Jarir, ath-Thabari, Ibn Nashr al-Marwazi, Ibn Mandah, Abu Hatim, Ibn Hibban, Abu Umar bin Abdul Barr, dll.
Terkait hal di atas, Imam al-Bukhari berkomentar, “Tidak ada di antara para ulama hadis yang tidak ber-hujjah dengan Ikrimah.”
Ikrimah sempat difitnah dengan tuduhan yang tidak benar. Namun, banyak ulama yang membela Ikrimah. Di antara ulama yang membela Ikrimah adalah: Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Muthashar Tahdzîb al-Kamal dan di dalam Muqadimmah Fath al-Bâri. Pembelaan terhadap Ikrimah juga dinyatakan oleh Yahya bin Ma’in. Ia pernah berkata, “Jika kami melihat ada orang yang mencela Ikrimah, kami menilai orang itu tidak benar.”
Ibnu Mahdah pun memuji Ikrimah, “Ikrimah dipandang adil oleh 70 tâbi’în. Ini adalah kedudukan yang nyaris tidak diperoleh oleh orang lain.”
Demikian sebagian penjelasan tentang keutamaan Ikrimah dan pengakuan para ulama terhadap kehebatannya (Lihat: An-Nawawi, Tahdzîb al-Asmâ’ wa al-Lughât, 1/340; Ibn Hajar al-Asqalani, Muqadimmah Fath al-Bâri, II/48 dan Tahdzîb at-Tahdzîb, VII/236).
Sebagai ulama besar, tentu banyak nasihat yang disampaikan Ikrimah. Di antara nasihat berharga Ikrimah adalah agar kita selalu memiliki akhlak mulia karena akhlak mulia adalah landasan Islam. Kata Ikrimah, sebagaimana penuturan Ibrahim, “Li kulli syay’[in] asâs[un] wa asâs al-Islâm al-khuq al-hasan (Segala sesuatu memiliki asas. Asas Islam adalah akhlak yang luhur).”
Ikrimah wafat pada tahun 105 H dalam usia 80 tahun lebih. Saat Ikrimah wafat di Madinah, orang-orang berkomentar, “Orang yang paling faqih dan paling berilmu telah wafat.” (Lihat: Ibn al-Jawzi, Shifât ash-Shafwah, II/103-105).
Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh. [Arief B. Iskandar]