Tak dapat dipungkiri, umat Islam di negeri ini menjadi bulan-bulanan. Beragam cara dihembuskan dan didesain dengan wacana ‘kontra-radikalisme’. Institusi pemerintahan beserta alatnya, dunia pendidikan, lembaga keagamaan dan ormas keagamaan turut serta menyatakan menolak radikalisme. Penandatanganan kesepakatan dan pernyataan dibubuhkan menjadi gerakan nyata. Dunia maya pun mengampanyekan hal serupa: say no to radicalism.
Upaya tadi kian tampak tatkala peristiwa teror dan bom muncul: pengopinian kelompok anti-Pancasila, NKRI, UUD dan kebhinekaan; pelarangan segala bentuk ide pemikiran Islam yang dianggap radikal.
Istilah radikal yang sebenarnya netral, kini jadi alat membidik Islam. Ciri-cirinya disampaikan oleh LSM liberal yang mendapat donor dari USAID dan asing. Mereka merinci radikal dengan: tidak mau bertetangga dengan beda agama, tidak setuju menikah beda agama, tidak setuju anggota keluarga pindah agama, menolak orang tidak beragama, tidak menerima rumah ibadah agama lain di lingkungannya, menolak ada agama lain di luar enam agama resmi, anti Ahmadiyah, ingin menerapkan syariah Islam, setuju hukum rajam, setuju Khilafah, serta menolak demokrasi.
Jelas, Islam dibidik karena dianggap sebagai inspirasi tindakan radikal. Pemberitaan media massa pun menggiring opini itu. Padahal banyak peristiwa juga dilatarbelakangi beragam kepentingan dan pelakunya bukan Muslim. Sungguh tidak adil dan jauh dari kebenaran.
Kontra radikalisme ini juga merupakan agenda global yang diturunkan ke negeri-negeri kaum Muslim. Tujuannya yaitu: Pertama, menjauhkan umat Islam dari agamanya. Khazanah Islam berupa pemikiran, tata nilai hidup, dan aturan yang sempurna coba dikotakkan hanya dengan ritual-spiritual.
Kedua, penghapusan memori umat Islam terkait kebangkitan dan kesejahteraan tatkala mereka hidup diatur syariah Islam dalam Khilafah. Jika pun ingat Khilafah, umat didorong untuk meyakininya sebagai sejarah masa lalu tanpa mampu diwujudkan kembali.
Ketiga, menghapus fakta sesungguhnya bahwa kemunculan radikalisme karena dipicu kafir Barat yang menjajah, menjarah dan membombardir negeri-negeri kaum Muslim.
Keempat, memecah-belah umat dengan tujuan mereka sibuk dengan urusan masing-masing, serta tidak sempat mengoreksi kebijakan penguasa yang zalim dan menyengsarakan rakyat.
Kelima, memastikan negeri-negeri Muslim dalam hegemoni kafir penjajah dan tetap setia melayani setiap kepentingannya.
Oleh karena itu, kontra radikalisme ini akan terus dilakukan dengan sumber daya dan dana yang luar biasa. Ketakutan terbesar mereka adalah tegaknya Khilafah yang menjadi mimpi buruk dan membuka kedok mereka selama ini. Sepintar-pintar mengkampanyekan “say no to radicalism”, akhirnya ketahuan juga jika Islam yang dibidik dan diredupkan cahayanya. Padahal Allah SWT telah berfirman (yang artinya): Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya walau orang-orang kafir membencinya (QS ash-Shaff [61]: 8). [Hanif Kristianto; (Analis Politik dan Media)]