Lebih dari satu setengah dekade, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) berkiprah di tengah masyarakat. Sebagai bagian integral dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), MHTI adalah gerakan perempuan yang memiliki konsep mewujudkan kemuliaan perempuan, mengokohkan bangunan keluarga dan menyelamatkan generasi. Para kadernya aktif di tengah masyarakat memberi pendidikan Islam yang mencakup akidah dan syariah sebagai pedoman untuk menyelesaikan persoalan yang tengah dirasakan. Masyarakat didorong untuk memperbaiki diri dan keluarganya dengan Islam, menumbuhkan kesadaran agar terlibat aktif dalam menyelesaikan perosoalan bangsa dengan upaya menegakan Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam.
Kiprah MHTI untuk mewujudkan konsep di atas sebagai tawaran solusi untuk problematika yang dihadapi perempuan, keluarga dan generasi dilakukan intensif melalui forum-forum kajian mingguan yang melibatkan berbagai komunitas. Majelis taklim, diskusi intelektual, diskusi mahasiswi, training remaja, kajian Islam sekolah, diskusi tokoh, seminar dan konferensi menjadi medium MHTI menyampaikan gagasan. Pembentukan kesadaran terhadap gagasan solusi juga ditunjang oleh pembuatan dan penyebaran media massa seperti buletin, tabloid, majalah, program radio, termasuk memanfaatkan media on-line seperti website, facebook, twitter dan instagram.
Respon terhadap gagasan solusi sangat positif. Umat menjadi paham akan penyebab masalah, mengerti solusi tuntas serta bagaimana keterlibatan mereka dalam upaya mewujudkan solusi tersebut. Respon positif ditandai dengan semakin bertambahnya kader dan juga simpatisan dari tahun ke tahun. Forum-forum publik selalu dihadiri para perempuan yang tersadarkan dengan pemikiran Islam dengan penuh antusias. Komentar yang mereka berikan selalu positif, bahwa ada alternatif solusi untuk masalah riil yang dihadapi bangsa ini. Di sinilah Muslimah HTI turut memberikan andil menyelesaikan problematika sosial yang menjadi bagian dari problem bangsa.
Kemuliaan perempuan, kokohnya ketahanan keluarga dan selamatnya generasi dari kerusakan tidak akan mewujud dalam sistem sekular yang menjauhkan Islam dari pengaturan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Mulianya perempuan hanya bisa terwujud dalam negara yang memiliki visi untuk menghormati, menjaga dan memenuhi hak-hak perempuan sesuai dengan aturan Pencipta, bukan aturan manusia yang nisbi. Islam menempatkan perempuan sebagai sesuatu yang amat berharga sehinggva Islam melindungi fisik dan psikisnya sebagai suatu penjagaan atas posisi mulianya. Perempuan adalah ibu generasi yang turut bertanggungjawab untuk menjaga mereka dari kerusakan dan kepunahan. Karena itu Islam memerintahkan para wali untuk mendidik perempuan menutupi aurat mereka. Agar mereka paham betapa berharganya diri mereka, bukan barang murahan yang auratnya dijajakan kepada siapa saja. Para walinya diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak perempuan sama halnya kepada laki-laki, agar kelak mereka mempunyai bekal dan potensi untuk kebaikan diri, masyarakat dan bangsanya. Islam pun menegaskan bahwa perempuan saat ia dewasa dan ingin berkiprah di ranah publik agar ia tidak menjerumuskan diri pada pekerjaan yang mengeksploitasi tubuh dan kecantikannya dan pekerjaan yang menghalangi dirinya untuk menjalankan tugas utamanya dalam mendidik anak-anak.
Sistem negara sekular yang menganut paham demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis memandang perempuan sama halnya dengan barang. Tidak ada penjagaan terhadap mereka karena tidak ada kewajiban bagi perempuan untuk menutup aurat. Yang ada justru pandangan bahwa pakaian muslimah sebagai pengekangan kebebasan. Mereka boleh menjadi alat promosi produk dengan menjadi bintang iklan. Tidak ada larangan untuk menjalani pekerjaan yang merendahkan martabat mereka. Mereka boleh menjual tubuh mereka layaknya barang dagangan. Bahkan para perempuan didorong untuk menjadi tenaga kerja yang faktanya menghalangi para ibu untuk menjaga dan mendidik anak-anak. Negara ini justru memberikan sanjungan kepada perempuan yang mampu memberi devisa sebagai pahlawan ekonomi sekalipun untuk itu mereka mengorbankan banyak hal. Jadi, tidak mungkin ada kemuliaan perempuan dalam sebuah negara dengan tatanan sosial yang tidak punya visi menjaga dan melindungi perempuan.
Pemberdayaan ekonomi dan politik untuk perempuan, ide kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sejatinya bukanlah untuk memuliakan perempuan. Ide tersebut berasas pada pemahaman liberal sekular. Fakta mencatat dan tidak terbantahkan bahwa kondisi perempuan baik yang hidup di negara asal sekularisme, yakni dunia Barat, juga Dunia Islam yang pemimpinnya menerapkan sekularisme amatlah buruk. Angka kekerasan yang meningkat, pelecehan seksual, tindak kejahatan perdagangan orang dan kasus lainnya mengindikasikan bahwa upaya penyelesaian masalah sistemis ini tidak selesai karena adanya persoalan mendasar yaitu cara pandang dalam menyelesaikan masalah.
Eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan semakin merajalela. Di AS, satu orang wanita diperkosa setiap 2 menit, dipukuli setiap 15 detik dan 3 wanita dibunuh oleh pasangan mereka setiap harinya. Di Inggris satu orang wanita diperkosa atau menghadapi upaya pemerkosaan setiap 10 menit. Tak heran Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam hal kekerasan terhadap wanita. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.
Sekitar sepertiga wanita di seluruh negara Uni Eropa telah mengalami kekerasan baik fisik maupun mental sejak usia 15 tahun. Ini menurut sebuah survei yang dilakukan oleh European Union Agency for Fundamental Rights. Survei ini merupakan yang terbesar, yang didasarkan pada wawancara dengan 42 ribu wanita.
Dalam penelitian ditemukan fakta bahwa satu dari 10 wanita telah mengalami beberapa bentuk kekerasan seksual sejak usia 15 tahun dan satu di antara 20 wanita pernah mengalami pemerkosaan. “Pelecehan mempengaruhi kehidupan banyak perempuan, namun secara sistematis tidak dilaporkan kepada pihak berwenang,” kata Morten Kjaerum dari European Union Agency for Fundamental Rights.
Pelepasan diri dari aturan agama membuat perempuan-perempuan Muslim di Asia Selatan—India, Bangladesh, Pakistan dan Afganistan—ditindas atas nama adat. Salah satu adat yang memakan banyak korban adalah mahar perkawinan yang harus dibayarkan pihak perempuan, bukan pihak laki-laki seperti dalam hukum Islam. Banyak perempuan yang dibunuh hanya karena tidak mampu melunasi mahar perkawinannya. Mereka dianiaya, disiram air keras, bahkan dibakar hidup-hidup. Pioner sekularisme, Turki, juga tidak mampu menjamin kehidupan yang lebih baik bagi perempuan. Seperti dinyatakan di surat kabar Wathan at-Turkiyah: “Perempuan di Turki mengalami pemukulan dan pelecehan seksual pada tingkat yang sangat tinggi, menempati posisi ketiga di dunia. Setidaknya satu orang perempuan di Turki setiap hari mati karena kekerasan…”
Di Indonesia, negeri Muslim terbesar di dunia, perempuan mesti tertatih-tatih bertahan dari berbagai kezaliman. Kemiskinan yang membelenggu telah menyebabkan perempuan berbondong-bondong masuk dalam dunia kerja. Sebagian mereka menjadi korban trafficking, mengalami kekerasan dan pelecehan. Masuknya perempuan dalam kerja membawa efek domino. Angka perceraian terus meningkat, bahkan menduduki ranking pertama angka perceraian di Asia Pasifik (Okezone.com, 23/12/2013). Efek selanjutnya adalah merebaknya kasus kenakalan remaja; dari tindakan kriminal, tawuran sampai pergaulan bebas dan aborsi. Dalam sebuah diskusi di Jakarta mencuat perbincangan bahwa salah satu faktor yang mendorong peningkatan angka perceraian ini adalah pemberdayaan wanita. Data Puslitbang Kemenag menyebutkan bahwa 70 persen perceraian digugat oleh istri. Ini secuil fakta bahwa ide pemberdayaan ekonomi dan politik bukanlah upaya untuk memuliakan perempuan, justru menjerumuskan mereka dalam kehinaan dan member efek domino pada rapuhnya ketahanan keluarga dan mengorbankan anak-anak sebagai estafet generasi bangsa. Sampai hari ini perbincangan tentang problem kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak dan rapuhnya ketahanan keluarga terus bergulir.
Karena itulah MHTI konsisten menyerukan bahwa solusi tuntas persoalan adalah kembali pada penerapan syariah Islam secara menyeluruh yang dilaksanakan oleh Khilafah sebagai institusi politik dalam Islam. Aturan politik, ekonomi dan sosial Islam akan menjauhkan perempuan dari persoalan miris yang kita saksikan dan rasakan hari ini; juga menjaga keutuhan keluarga serta mengokohkan bangunannya karena adanya jaminan bagi keluarga untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya secara fisik dan psikis yang diatur oleh negara. Syariah Islam juga akan mencegah generasi terpapar dari keburukan, menjaga vitalitas mereka dan Negara Islam akan mendapat benefit besar dengan optimalnya peran generasi dalam kebangkitan bangsa. Potensi mereka tidak tersia-siakan karena terjerumusnya mereka pada berbagai kejahatan sosial.
Di sinilah urgensitasnya dakwah yang dilakukan MHTI dengan tawaran penerapan syariah Islam. Jelas ini menjadi kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. MHTI mengajak seluruh elemen bangsa untuk segera menempuh metode perbaikan menyeluruh demi terwujudnya kebaikan dan keselamatan bangsa. Perlu perbaikan menyeluruh dengan meninggalkan sistem demokrasi, liberalisme dan kapitalisme yang saat ini dengan mengadopsi dan menerapkan seluruh syariah di semua aspek kehidupan dalam institusi Khilafah Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya):
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
[Ratu Erma R.; (DPP MHTI)]