HTI

Afkar (Al Waie)

Mengenal Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani


Tulisan ini bukanlah rangkuman dari buku biografi syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Bâhits ‘an al-Khilâfah: Sîrah wa Masîrah al-Fikriyyah li asy-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, yang terbit di Yordania tahun 2017 setebal 1675 halaman. Tulisan ini adalah paparan ringkas tentang sosok Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang penulis susun dari berbagai sumber sebelum buku tersebut terbit.

 

Nama dan Nasab

Nama kunyah beliau adalah Abu Ibrahim. Nama lengkapnya Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad bin Nashiruddin an-Nabhani. Beliau lahir di Desa Ijzim pada tahun 1909 M. Dari sisi nasab, keluarga an-Nabhani termasuk di antara keluarga dari kalangan terhormat, yang hidup di Desa Ijzim, selatan Kota Haifa. Keluarga beliau memiliki kedudukan tinggi dalam hal ilmu pengetahuan dan agama.

 

Lingkungan Keluarga

Beliau tumbuh dan besar di rumah yang sangat memperhatikan ilmu dan agama. Ayah beliau, Syaikh Ibrahim an-Nabhani, adalah seorang yang mutafaqqih fî ad-dîn dan pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementrian Pendidikan Palestina. Ibu beliau, Taqiyah, juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah yang ia peroleh dari ayahnya, Syaikh Yusuf an-Nabhani, salah seorang ulama yang menonjol di Daulah Utsmaniyah.

Syaikh Taqiyuddin  mendapat perhatian dan pengawasan langsung kakeknya dari jalur ibunya, Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani. Sungguh pertumbuhan keagamaan yang dialami Syaikh Taqiyuddin berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian, orientasi dan pandangan keagamaannya. Beliau telah hapal al-Quran sebelum berumur 13 tahun. Beliau banyak belajar ilmu dari kakeknya yang mulia. Dari kakeknya pula, beliau banyak mengerti persoalan-persoalan politik yang penting, Kakeknya memang memiliki keahlian dalam hal ini.

Kakeknya telah melihat tanda-tanda kecerdasan dan kejeniusan Syaikh Taqiyuddin saat beliau ikut dalam forum-forum ilmu. Karena itu perhatian sang kakek kepada beliau sangat besar. Syaikh Yusuf lalu berusaha meyakinkan ayah Syaikh Taqiyuddin,  SYaikh Ibrahim bin Musthafa, untuk mengirim Syaikh Taqiyuddin ke Al-Azhar demi melanjutkan pendidikan beliau dalam ilmu-ilmu syariah (Lihat: Ihsan Samarah, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Meneropong Perjalanan Spiritual dan Dakwahnya, hlm. 5-8)

Alhasil, sejak remaja Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sudah memulai aktivitas politik. Aneka dialog dan aktivitas Syaikh Taqiyuddin di antara para mahasiswa Al-Azhar dan Kulliyah Darul Ulum menunjukkan kepeduliannya pada masalah-masalah politik. Beberapa sahabatnya telah menceritakan sikap-sikapnya yang menggaungkan seruan-seruan yang bersifat menantang, yang mampu memimpin situasi Al-Azhar saat itu. Beliau juga melakukan berbagai dialog dengan para ulama Al-Azhar mengenai apa yang harus dilakukan dengan serius untuk membangkitkan umat Islam.

 

Sanad Keilmuan

Sebagai ulama besar, sanad keilmuan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mudah untuk ditelusuri. Apalagi dengan keberadaan kakek dari ibunya, yakni Syaikh Yusuf an-Nabhani. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah pewaris ilmu dan sanad ilmu dari ayahandanya, Syaikh Ibrahim bin Musthafa bin Ismail an-Nabhani. Beliau juga mendapat ilmu dan sanad ilmu dari kakek (datuk) beliau, Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani.

Ternyata dalam silsilah keilmuan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Nahdlatul Ulama, Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani—kakek Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani—tercantum di atas thabqah Syaikh Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Artinya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani segaris atau satu thabqah (tepatnya thabqah ke-14) dengan Syaikh Hasyim Asy’ari walaupun keduanya terpisah domisilinya. KH Hasyim Asy’ari (w. 1367 H) adalah pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama dan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (w.1398) adalah pendiri Hizbut Tahrir.

 

Ilmu dan Pendidikan

Syaikh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakek beliau. Beliau juga mendapatkan pendidikan dasar di Ijzim dan pendidikan menengah di Akka, lalu meneruskan pendidikannya ke Al-Azhar guna mewujudkan dorongan kakeknya, Syaikh Yusuf an-Nabhani.

Syaikh Taqiyyuddin meneruskan pendidikan-nya di Tsanawiyah Al-Azhar pada tahun 1928. Pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al-Azhar. Beliau pun banyak menghadiri halaqah ilmiah di Al-Azhar bersama sejumlah syaikh Al-Azhar semisal Syaikh Muhammad al-Khidlir Husain, seperti yang pernah disarankan oleh kakek beliau. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al-Azhar membolehkan hal itu.

Syaikh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan dosen-dosennya karena kecermatannya dalam berpikir serta kuatnya pendapat dan hujjah yang beliau lontarkan dalam banyak perdebatan dan diskusi pemikiran, baik yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo maupun di negeri-negeri Islam lainnya.

Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum dan Al-Azhar pada tahun 1932 dengan mendapat Asy-Syahadah al-’Alamiyah (Ijazah setingkat doktor) pada jurusan syariah selain sejumlah ijazah lainnya. Terkait kelulusannya, Nussrah Magazine dec/Jan 2012/13 Safar 1434, dalam artikel berjudul,  “The Founder of Hizb ut-Tahrir Sheikh Taqiuddin,” pada halaman 12 menulis: A Palestinian newspaper wrote as the heading of its first page: “Congratulations from Palestine to Sheikh Taqi ud-Deen (Sebuah surat kabar Palestina menulis pada halaman pertamanya, ‘Selamat dari [rakyat] Palestina kepada Syaikh Taqiyuddin).’” Ini menunjukkan pengakuan ketokohan Syaikh Taqiyuddin, khususnya di Palestina.

 

Aktivitas Dakwah

Setelah lulus dari Al-Azhar, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pernah berinteraksi dengan pemimpin jihad di Palestina, yakni Syaikh al-Mujahid Izzuddin al-Qassam. Beliau memberikan appresiasi terhadap perjuangan Syaikh Izzuddin sebagaimana beliau tulis dalam kitab Inqâdz Filastin (1950). Beliau juga pernah bekerja di dunia pendidikan dan peradilan.

Untuk mengetahui bagaimana aktivitas dakwah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dimulai, akan tampak jelas berdasarkan uraian kisah terbentuknya Hizbut Tahrir, partai yang beliau dirikan. Al-Ustadz Fauzi Sinnuqarth, menuturkan sejarah awal terbentuknya Hizbut Tahrir sebagai berikut:

Saya ingat, pertama kali Syaikh Taqi menjelaskan masalah Khilafah, yakni saat beliau berada di Masjid al-Aqsa yang penuh berkah, di salah satu sudut sebelah barat daya. Di sana terdapat ruangan yang memanjang. Beliau berbicara kepada banyak orang setelah shalat Jumat suatu pembicaraan yang sangat menyentuh dan jelas. Di sekeliling beliau berkumpul ratusan orang. Beliau menceritakan kepada mereka Sirah Nabawiyyah. Sesekali beliau menceritakan wafatnya Rasulullah saw., lalu bagaimana kaum Muslim, setelah beliau wafat, menyibukkan diri di Saqifah Bani Sa’adah untuk mengangkat seorang khalifah bagi mereka, sementara mereka membiarkan pemakaman beliau sampai baiat kepada Abu Bakar as-Shiddiq berhasil dilakukan. Jadi, itu merupakan pembahasan dan pembicaraan pertama tentang penegakan Khalifah serta seruan untuk menegakkan kembali Khilafah. Peristiwa itu terjadi tepat pada tahun 1950 M.

Syaikh Taqiyuddin kemudian melanjutkan kontak beliau dengan orang yang menginginkan kebaikan, yaitu para pemuda dari al-Quds. Lalu beliau pun mengontak para pemuda yang lain lagi, yang menginginkan kebaikan, atau beliau tahu kalau mereka itu baik dari daerah al-Khalil dan Tulkarim. Ketika beliau mendengar ada seseorang yang menginginkan kebaikan, atau beliau merasa bahwa dia baik, pasti akan beliau kontak. Dengan cara seperti itu, beliau berhasil merekrut banyak orang.

Beliau mengajak mereka berdiskusi dengan mendalam. Misalnya, diskusi beliau yang mendalam dengan salah seorang dari keluarga ‘Azzah dan keluarga Hammad. Melalui diskusi tersebut, beliau menulis pembahasan “Al-Qiyâdah al-Fikriyyah fî al-Islâm (Kepemimpinan Intelektual dalam Islam)” yang telah dimasukkan dalam kitab Nizhâm al-Islâm. Beliaupun berdiskusi dengan seseorang bernama Said Ramadhan tentang akhlak. Setelah itu beliau menulis “Al-Akhlâq fî al-Islâm (Akhlak di dalam Islam) dalam kitab Nizham al-Islam.” (Dari Masjidil Aqsha Menuju Khilafah, Sejarah Awal Perjuangan Hizbut Tahrir, hlm.16-17).

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani benar-benar menyaksikan dan merasakan sendiri bencana keruntuhan Khilafah, musibah-musibah yang menimpa umat Islam, tercerai-berainya tubuh mereka, kerakusan penjajah terhadap mereka dan kejatuhan Palestina tahun 1948 ke tangan kelompok gangster Yahudi. Beliau pun menyaksikan kesuksesan serangan pemikiran dan peradaban Barat, sikap para ulama kaum Muslim yang hanya menggunakan retorika-retorika pembelaan terhadap Islam dalam menghadapi serangan yang genting ini, bahkan mereka menakwilkan nash-nash Islam, yang justru turut membantu memperkuat pemikiran Barat dan malah mengguncang kepercayaan umat terhadap Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Semua ini menggerakan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani untuk bertanya, menguji dan mengkaji tentang sebab keadaan yang menimpa kaum Muslim; menguji dan mengkaji metode yang benar untuk mengubah realitas yang rusak ini; sekaligus mengembalikan bangunan istana yang tinggi (Khilafah Islam), yang telah dihancurkan oleh orang-orang kafir  (Lihat: Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqâfah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah Islamiyah, hlm. 200).

Pada tahun 1951, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkunjung ke kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Usaha beliau ini berlanjut sampai awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dengan pembentukan Hizbut Tahrir, yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953. Beliau terus mengadakan banyak kontak dan diskusi. Akhirnya, beliau berhasil meyakinkan sejumlah ulama, qâdhî terkemuka, para tokoh politikus dan pemikir untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam. Beliau lalu menyodorkan kepada mereka kerangka organisasi partai dan pemikiran-pemikiran yang dapat digunakan sebagai bekal tsaqâfah bagi partai tersebut. Ternyata, pemikiran-pemikiran beliau ini dapat diterima dan disetujui oleh para ulama tersebut. Aktivitas beliau pun menjadi semakin padat dengan terbentuknya Hizbut Tahrir, yang telah beliau rintis antara tahun 1949-1953 (Lihat: Ihsan Samarah, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Meneropong Perjalanan Spiritual dan Dakwahnya, hlm. 15-16).

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa berkelompok dan berorganisasi harus di atas ideologi agar ikatannya dalam berpartai adalah ikatan ideologis, bukan ikatan (hubungan) pribadi. Hanya dengan cara ini dapat dijamin keberlangsungan dan kesatuan (keutuhan) partai serta kelurusan kepemimpinan yang memimpin partai tersebut. Dengan ikatan ideologis ini, siapapun tidak memiliki otoritas selain terikat  dengan fikrah dan tharîqah (pemikiran dan pelaksanaan)-nya. Penilaian atas orang-orang yang tergabung dalam partai itu juga hanya berdasarkan pelayanan dan pegabdiannya pada ideologi, kreativitas mereka dalam merealisasikan tujuannya serta menyatu mereka dengan pemikirannya.

 

Gelar dan Karya

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani wafat pada tanggal 1 Muharram 1398 H atau tanggal 11 Desember 1977 M. Beliau meninggalkan sejumlah karya tulis berupa buku, juga gerakan dakwah Hizbut Tahrir. Semua itu kemudian menjadikan para ulama dan cendekiawan menyematkan sejumlah gelar kepada Syaikh Taqiyuddin. Beberapa gelar yang disematkan kepada beliau antara lain:

  1. Asy-Syaikh al-Mujahid. Gelar ini disebutkan oleh Al-Azhar Memo dalam situsnya dan oleh al-Ustadz. Dr. Abdullah Muhammad al-Masari.
  2. Mujtahid Mutlak, al-‘Allamah, al-Mufakkir as-Siyasi. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Thalib Awadallah.
  3. Mujaddid. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Thalib Awadallah dan al-Ustadz Dr. Abdullah Muhammad Masari.
  4. Al-‘Alim al-Jalîl, al-Mufakkir al-Kabîr, as-Siyasi al-Qadîr. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Amin Nayif Husain Dziyab, Ulama Yordania.
  5. Al-‘Alim min al-‘Ulamâ’ al-A’zham. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Ya’qub Abu Ramilah.
  6. Alma’i Mujaddid. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad Hatim Mishbah Nashiruddin.
  7. Al-Faqîh. Gelar ini disebutkan oleh Syaikh Yusuf Badarani.
  8. Imam Rabbani. Gelar ini disebutkan oleh Al-Ustadz Dr. Abdullah Muhammad al-Masari.

 

Semua gelar yang disebutkan di atas keluar dari mulut atau tulisan orang-orang yang pernah berinteraksi langsung dengan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang tentu lebih mengetahui kiprahnya.

Adapun beberapa buku karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani antara lain:

  1. Nizhâm al-Islâm (Sistem Islam).
  2. At-Takattul al-Hizbi (Politik Partai).
  3. Mafâhim Hizb at-Tahrîr (Ragam Konsep Pemikiran Hizbut Tahrir).
  4. An-Nizhâm al-Iqthishâdi fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
  5. An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Sosial Islam).
  6. Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
  7. Muqaddimah ad-Dustûr (Mukadimah UUD).
  8. Ad-Dawlah al-Islâmiyyah (Negara Islam).
  9. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah (Jatidiri Islam) – 3 jilid.
  10. Mafâhim Siyâsiyyah li Hizb at-Tahrîr (Konsep Politik Hizbut Tahrir).
  11. Nazharât Siyâsiyyah li Hizb at-Tahrîr (Pandangan Politik Hizbut Tahrir).
  12. Nidâ’ Hâr (Seruan Hangat).
  13. Al-Khilâfah (Khilafah).
  14. At-Tafkîr (Proses Berpikir).
  15. Ad-Dusiyyah
  16. Sur’ah al-Badîhah (Berpikir Cepat).
  17. Nuqthah al-Inthilâq (Titik Tolak Dakwah).
  18. Dukhûl al-Mujtamâ’.
  19. Tasalluh Mishr.
  20. Al-Ittifaqiyyah ats-Tsana’iyyah al-Mishriyyah as-Suriyyah wa al-Yamaniyyah.
  21. Hallu Qâdhiyah Filasthin ‘ala ath-Tharîqah al-Amrikiyyah wa al-Inkiliziyyah.
  22. Nazhariyyah al-Firâgh as-Siyâsi hawla Masyrû’ Aizanhawar.

 

Semua karya di atas adalah yang ditulis Syaikh Taqiyuddin setelah mendirikan Hizbut Tahrir. Adapun karya beliau sebelum mendirikan Hizbut Tahrir antara lain: Inqâdzu Filasthin (Menyelamatkan Palestina), Risâlah al-‘Arab (Pesan Arab/Misi Arab), dll.

Semua ini belum termasuk ribuan selebaran (nasyrah) mengenai pemikiran, politik dan ekonomi; juga beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir—dengan maksud agar kitab-kitab itu mudah beliau sebarluaskan—setelah adanya undang-undang yang melarang peredaran kitab-kitab karya Syaikh Taqiyyuddin. Di antara kitab itu adalah:

  1. As-Siyâsah al-Iqtishâdiyyah al-Mutslâ (Politik Ekonomi Ideal), a.n. Abdurrahman al-Maliki.
  2. Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxisme) a.n. Ghanim Abduh.
  3. Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Bagaimana Khilafah Diruntuhkan?) a.n. Abdul Qadim Zallum.
  4. Ahkâm al-Bayyinât (Hukum Pembuktian di Pengadilan) a.n. Ahmad Ad-Da’ur.
  5. Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Hukum Pidana Islam) a.n. Abdurrahman al-Maliki.
  6. Ahkâm ash-Shalah (Hukum-hukum Shalat) a.n. ‘Ali Raghib.
  7. Al-Fikr al-Islâmi (Pemikiran Islam) a.n. Muhammad Muhammad Ismail Abduh.[ ‘Ali Dodiman]

 

Daftar Bacaan

  1. Ihsan Samarah, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani: Meneropong Perjalanan Spiritual dan Dakwahnya, Al-Azhar Press, Bogor 2003.
  2. Hizbut Tahrir Indonesia, Dari Masjidil Aqsha Menuju Khilafah: Sejarah Perjuangan Hizbut Tahrir, HTI Press 2006.
  3. Auniy Judu al-‘Abidi, Hizb at-Tahrîr al-Islâmi ‘Irdh Târîkhî Dirâsah ‘Ammah, Dar al-Liwa li  ash-Shahafah wa an-Nasyr, Amman Yordania, 1993.
  4. Abdullah al-’Aqil, Mereka yang Telah Pergi: Tokoh-tokoh Pembangun Pergerakan Islam Kontemporer, Al-I’tisham Cahaya Umat, 2003.
  5. David Commins, Taqi Al Din An Nabhani and The Islamic Liberation Party, The Muslim World Vol. LXXXI Nos. 3-4, 1991.
  6. Hisyam ‘Alaiwan, Asy-Syaikh Taqiyuddîn an-Nabhâni Dâ’iyyah Khilâfah al-Islâmiyyah, Markaz al-Hadharah li Tanmiyah al-Fikri al-Islamiy, Beirut, 2009.
  7. (http://www.hizb-australia.org/2016/02/sheikh-muhammad-taqiuddin-al-nabhani/…)
  8. Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqafah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Mendirikan Negara Khilafah, Al Azhar Fresh Zone Publishing, Bogor, 2012,
  9. Thalib Awadallah, AhbâbulLâh: Buzûghu Nûr[in] min al-Masjid al-Aqsha Inthalaqah Masîrah Hizb at-Tahrîr, 2006.
  10. Radhi, Muhammad Muhsin, Hizb at-Tahrîr Tsaqâfatuhu wa Manhâjuhu fî Iqâmah Dawlah al-Khilâfah al-Islâmiyah. Baghdad: Al-Jami’ah Al-Islamiyah, 2006.
  11. Nussrah Magazine, Dec/Jan 2012/2013, safar 1434H, “The Founder of Hizb ut-Tahrir Sheikh Taqiuddin an-Nabhani”.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*