Para pembangkang Mesir, yang terdiri dari aktivis dunia maya hingga kelompok Ikhwanul Muslimin yang kuat, bergembira setelah sukses menurunkan Presiden Hosni Mubarak, Jumat (11/2/2011). Namun, rencana mereka ke depan tetap tidak jelas saat tentara sekarang mengontrol negara itu.
Tokoh pemimpin oposisi Mesir dan mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Mohamed ElBaradei menyatakan di situs micro-blogging Twitter setelah Mubarak mundur bahwa Mesir sebuah “bangsa yang bebas dan besar”. “Kami sudah mendapatkan kembali hidup kami,” katanya sebelumnya kepada saluran televisi Al-Jazeera. “Pesan saya kepada rakyat Mesir adalah Anda telah mendapatkan kebebasan Anda… Mari kita memanfaatkan hal itu sebaik-baiknya dan semoga Tuhan memberkati Anda, ” katanya.
Sehari sebelumnya, ketika Mubarak berpidato bahwa ia tidak akan mundur dan hanya menjanjikan adanya amandemen terhadap sejumlah pasal dalam konstitusi, ElBaradei memperingatkan, Mesir akan “meledak”. Mantan diplomat itu, yang tidak mengesampingkan kemungkinan untuk maju dalam pencalonan presiden jika konstitusi negara diubah, telah menyerukan reformasi demokrasi sejak kembali ke Mesir tahun lalu.
Aktivis dunia maya Wael Ghonim, yang menjadi ikon revolusi Mesir setelah membuat laman di internet yang menyerukan aksi protes pada 25 Januari, mengirim pesan di Twitter dengan judul “Selamat bagi Mesir”. “Selamat datang kembali Mesir,” tambahnya dalam bahasa Inggris di halaman Twitter-nya (www.twitter.com/Ghonim), “Pahlawan sesungguhnya adalah orang muda Mesir di Alun-alun Tahrir dan seluruh rakyat Mesir.” Ghonim (30), seorang eksekutif pemasaran regional Google, muncul sebagai juru bicara para pemrotes setelah dibebaskan pada Senin lalu. Ia sempat mendekam selama 12 hari di dalam tahanan.
Ikhwanul Muslimin, kelompok oposisi terbesar dan paling terorganisasi di negeri itu, memuji pengunduran diri Mubarak setelah 30 tahun berkuasa. Kelompok itu juga berterima kasih kepada tentara. “Kami memuji rakyat Mesir dalam pertempuran mereka,” kata Essam el-Erian, pemimpin senior dan juru bicara Ikhwanul kepada AFP. “Kami berterima kasih kepada tentara, yang tetap menjaga janji-janjinya. Kami merayakan momen ini bersama orang-orang Mesir, dan kami akan mengikuti rakyat dalam haluan ini,” katanya setelah Wakil Presiden Omar Suleiman mengumumkan pengunduran diri Mubarak.
Kelompok itu bersikap low profile selama demonstrasi nasional besar-besaran yang melanda negara itu. Kelompok tersebut secara resmi dilarang sejak tahun 1950-an, tetapi jumlah anggotanya tetap mencapai ratusan ribu orang dan mengoperasikan jaringan program sosial serta keagamaan yang luas di seluruh negeri itu.
Ikhwanul Muslimin tidak pernah dengan jelas menjabarkan visinya bagi negara itu. Di dalam kelompok itu juga ada perpecahan tentang bentuk sebuah negara Islam yang akan diambil. Akan tetapi, kaum reformis di dalam gerakan itu mengatakan, mereka ingin melihat sebuah kondisi (negara) sipil yang dipandu oleh norma-norma Islam.
“Apa yang berikutnya terjadi (di Mesir) bisa jadi hanya sebuah reorganisasi dari sistem yang ada tanpa kemajuan mendasar terhadap perubahan,” kata Claire Spencer, yang mengepalai Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House yang berbasis di London, Inggris.
Ketua Liga Arab Amr Mussa, yang mandatnya sebagai kepala dari 22 anggota liga itu berakhir dalam dua bulan ini, bisa muncul sebagai pemimpin baru di negara kelahirannya, Mesir. Mussa memuji “rakyat Mesir dan tentara atas pencapaian bersejarah mereka” dan mendesak mereka “untuk membangun (sebuah sistem) di Mesir berdasarkan konsensus nasional”. (kompas.com, 12/2/2011)