Muslimah HTI Tolak Kontes Miss World di Bogor

Meski Gubernur Jawa Barat menjamin tidak ada kontes bikini pada final Miss World di Bogor pada September mendatang, namun Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia tetap menolak pelaksanaan pemilihan ratu sejagat tersebut.

“Menolak penyelenggaraan  Miss World karena kontes ini adalah salah satu simbol eksploitasi perempuan dengan dalih pemberdayaan dan penggalian potensi diri. Miss World, selain Miss Universe dan Miss Pageant adalah ikon pornografi dan eksploitasi,” tegas Jubir Muslimah HTI Iffah Ainur Rohmah kepada mediaumat.com (8/4).

Menurut Iffah, sikap Gubernur Ahmad Heryawan yang menyatakan akan menjamin tidak akan ada kontes bikini, seolah tidak memahami permasalahan yang sebenarnya dan seolah menganggap pertentangannya dengan syariah hanya pada bikininya.

“Sungguh bukan sikap yang layak ditunjukkan oleh seorang pemimpin Muslim. Bukankah dasar penyelenggaraannya sudah bertentangan dengan syariat? Yakni menempatkan perempuan seolah kapstok baju,” sesal Iffah.

Iffah juga mengatakan: “Pak Aher memberi  izin penyelenggaraan, membuktikan bahwa demokrasi, memenangkan kepentingan bisnis, telah menyeret seorang pemimpin melupakan panduan agamanya dan menjadikannya sekular.”

Fakta Kontes

Iffah menyatakan Miss World dan kontes semacamnya menyeret dan mengeksploitasi kaum perempuan pada kompetisi jahiliah yang mengumbar aurat, diukur ‘prestasi’-nya dari kemolekan tubuh dan diperlakukan layaknya kapstok pakaian yang dipakai untuk memajang model terbaru sebuah baju agar menarik minat pembeli.

Juga harus difahami, beber Iffah, tidak ada bikini bukanlah tidak ada kepornoan. Para peserta tetap tampil berlenggak lenggok di hadapan laki-laki asing, juga dihadapan kamera yang akan menjual gambar-gambarnya sebagai produk pornografi.

“Bahkan harus diketahui oleh Pak Aher bahwa yang dimaksud tidak pakai bikini, bukan berarti ditiadakan kontes pakaian renang, tetap ada kontes pakaian renang yang one piece,” ujarnya.

Muslimah HTI pun menolak acara maksiat tersebut diselenggarakan, apalagi diselenggarakan di negeri Muslim terbesar ini. “Ini bisa jadi pembenar bahwa umat Islam membenarkan kepornoan merajalela,” prediksinya.

Ia juga menyatakan bahwa Islam menempatkan perempuan pada posisi mulia, sebagai kehormatan sebuah keluarga bahkan sebuah bangsa. Karenanya perempuan dihormati, bukan dieksploitasi. Tidak ada tempat bagi mereka yang ingin menempatkan perempuan sebagai daya tarik sebuah produk, atau memuaskan nafsunya dengan menonton perempuan berlenggak lenggok memamerkan auratnya dan tidak akan dibiarkan bila ada perempuan yang ingin mempertontonkan auratnya.

Nilai seorang perempuan ditentukan oleh ketakwaan dan sumbangsihnya bagi kebaikan dan perbaikan masyarakat. Karenanya perempuan yang mulia bukanlah yang paling proporsional ukuran fisiknya, tapi yang alim lagi berilmu, juga yang berdedikasi menyumbangkan waktu, ilmu dan hartanya untuk kemaslahatan.(Mediaumat.com, 8/4)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*