HTI Press. Jakarta. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) mengkritisi paham kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang kian memarakkan berbagai sosialisasi terbuka kaum LGBT ke berbagai kampus yang dikemas dalam forum-forum diskusi intelektual dan sejenisnya sebagaimana yang dilakukan SGRC (Support Group and Resource Center On Sexuality Studies).
Juru Bicara MHTI Iffah Ainur Rochmah dalam rilisnya yang dikirim melalui surat elektronik kepada HTI Press mengatakan, hendaklah seluruh komponen masyarakat mewaspadai ekspor sistematis penyakit kaum Luth ke negeri-negeri muslim. “Tujuannya tidak lain adalah merusak identitas generasi muslim, menghancurkan jati dirinya dan bahkan bias menjadi politik depopulasi,” jelasnya.
Iffah melihat, perkawinan sejenis di AS yang telah disahkan tahun lalu kian membawa arus keberanian dalam mengkampanyekan LGBT. Dukungan dana dan opini dari lembaga-lembaga dunia dan media-media Barat yang liberal ikut ambil bagian untuk menyebarkan kerusakan di negeri-negeri muslim.
Iffah menilai, semakin besarnya ruang gerak kerusakan LGBT di Indonesia dikarenakan dukungan kondisi sosial dan politiknya. Sehingga, tidak cukup hanya dengan penolakan (resistensi) dari masyarakat dan pelakunya tidak bisa dihentikan dengan dialog ilmiah.
“Penolakan terhadap LGBT semestinya diikuti dengan pemberantasan penyakit LGBT hingga ke akarnya, yakni meninggalkan sistem demokrasi, menghapus paham kebebasan-HAM dan menggiatkan budaya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Tanpa itu undang-undang yang saat ini masih melarang perkawinan sesama jenis akan segera berganti dengan legalisasi perkawinan sejenis karena besarnya arus global yang mendukung usaha kaum LGBT. Naudzu billahi.” bebernya.
Iffah menjelaskan, sistem Islam dan negara Khilafah memiliki serangkaian aturan untuk memberantas tuntas penyimpangan perilaku LGBT. Islam menetapkan 5 cara untuk menghentikan penyebaran perilaku tersebut. Pertama, islam mewajibkan negara berperan besar dalam memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan perilaku semisal LGBT yang terkategori dosa besar.
Kedua, melalui pola asuh di keluarga maupun kurikulum pendidikan, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dilarang berperilaku menyerupai perempuan, juga sebaliknya.
Ketiga, Islam mencegah tumbuh dan berkembangnya benih perilaku menyimpang dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan serta memberikan aturan pergaulan sesama dan antar jenis.
Keempat, secara sistemis, islam memerintahkan negara menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan.
Kelima, Islam juga menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan LGBT dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi pelaku sodomi (LGBT) baik subyek maupun obyeknya.
“Siapapun yang menghendaki masyarakat yang bersih, dipenuhi kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman akan menuntut penerapan syariat di negeri ini hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban yang gemilang di bawah naungan Khilafah,” tutupnya. [] Novita M Noer