[Al-Islam 444] Setelah secara ugal-ugalan gagal memprivatisasi (menjual) 44 BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pada tahun lalu akibat kriris keuangan global, Pemerintah kembali menggulirkan program privatisasi BUMN tahun ini. Jumlah BUMN yang diprivatisasi Kementerian Negara BUMN kali ini mencapai 20 BUMN.
Sebagaimana privatisasi BUMN tahun lalu, tahun ini privatisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu initial public offering (IPO) atau penjualan saham perdana di pasar modal dan strategic sales (penjualan strategis).
Privatisasi Sejak Orde Baru
Privatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim Orde Baru. Pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT Indosat (1994), 35% saham PT Tambang Timah (1995) dan 23% saham PT Telkom (1995), 25% saham BNI (1996) dan 35% saham PT Aneka Tambang (1997) (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. HLN Pemerintah yang berjumlah US$ 25,321 miliar pada tahun 1985 bertambah menjadi US$ 59,588 miliar pada tahun 1995. Sementara pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 hanya dapat menurunkan HLN Pemerintah menjadi US$ 53,865 miliar pada tahun 1997 (Hidayatullah, 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi —program penyesuaian struktural— yang didasarkan pada Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan Pemerintah harus dihilangkan; (2) penyerahan perekonomian Indonesia kepada swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief, 2001).
Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan pelayanan publik, meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan cara memprivatisasi BUMN.
Pada tahun 1998 Pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing, Cemex; 9,62% saham PT Telkom; 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong; dan 49% saham PT Pelindo III kepada investor Australia. Tahun 2001 Pemerintah lagi-lagi menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9% saham PT Telkom.
Kebohongan dan Ketidakmampuan Pemerintah
Privatisasi hakikatnya adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour, 2003). Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mengkaburkan makna privatisasi dengan menambahkan alasan, yaitu dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat.
Dalam program privatisasi tahun ini, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil beralasan, “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis.” (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Kenyataannya, privatisasi tidak seperti yang digambarkan Pemerintah, yakni bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Pasalnya, yang dimaksud masyarakat bukanlah masyarakat secara keseluruhan, tetapi tentu saja hanya ’kelompok masyarakat khusus’, yakni mereka yang punya uang (investor).
Privatisasi tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Hal ini terjadi karena Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengelola negara. Tidak aneh, setiap tahun Pemerintah hanya bisa menjual aset/kekayaan negara dengan cara ugal-ugalan. Akibatnya, kekayaan negara—yang hakikatnya milik rakyat—terus menyusut, sedangkan hutang negara terus bertambah.
Pada tahun 2007, Wapres Jusuf Kalla mengemukakan bahwa dari 135 BUMN yang dimiliki Pemerintah, jumlahnya akan diciutkan menjadi 69 di tahun 2009, dan 25 BUMN pada tahun 2015 (Antara, 19/2/2007). Artinya, sebagian besar BUMN itu bakal dijual ke pihak swata/asing.
Intervensi Asing
Kebijakan privatisasi di Indonesia telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana Pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama: memastikan tujuan-tujuan Pemerintah dan komitmennya terhadap privatisasi. Kedua: mengubah undang-undang atau peraturan yang menghalangi privatisasi. Ketiga; menciptakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam menerapkan kebijakan privatisasi. Keempat: menghindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam proyek privatisasi di Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam News Release yang berjudul, Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor komersial.
Dampak krisis global mendorong Indonesia mencari pinjaman luar negeri langsung kepada lembaga keuangan dan dunia internasional untuk menutup defisit APBN. Langkah ini semakin memberikan peluang menguatnya campur tangan dan tekanan asing di Indonesia.
Agenda Politik 2009
Privatisasi BUMN saat ini juga diduga kuat tidak bisa dilepaskan dari agenda politik 2009. Peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar mengemukakan, partai politik menjadikan privatisasi sebagai sarana untuk mengeruk dana besar dari BUMN. Parpol melakukannya melalui kader-kader mereka yang duduk di birokrat (Media Indonesia, 9/8/2008).
Direktur Eksekutif Charta Politica, Bima Arya Sugiarto memandang kursi pimpinan BUMN sangat dekat dengan parpol dan kekuasaan. Tanpa peranan keduanya sangat sulit bagi seseorang menjadi pimpinan BUMN. Ini menjadikan BUMN sangat dipengaruhi kepentingan politik (Kompas, 20/2/2009).
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai privatisasi BUMN di tengah pasar global yang sedang jatuh sangat tidak wajar. Ia juga menilai agenda privatisasi tahun ini sarat dengan kepentingan politis untuk Pemilu 2009 (Republika, 17/2/2009).
Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam Corruption Outlook 2008 membeberkan, bahwa privatisasi BUMN menjelang Pemilu sangat terkait dengan penggalian dana parpol. Hal ini selaras dengan semakin tingginya temuan transaksi mencurigakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan. Berdasarkan laporan PPATK per 31 Januari 2009, transaksi keuangan yang mencurigakan hingga saat ini jumlahnya meningkat drastis menjadi 24.392 kasus dari sebelumnya 17.331 kasus pada pertengahan tahun lalu.
Bukti bahwa privatisasi adalah untuk kepentingan pembiayaan Pemilu 2009 semakin kuat dengan tidak disetorkannya dana hasil privatisasi 2009 ke kas negara (APBN). Menurut Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, M. Yasin, dana hasil privatisasi 2009 tidak diserahkan untuk memperkuat APBN melainkan untuk kepentingan restrukturisasi BUMN (Republika, 30/12/2008). Hal ini memberikan peluang besar bagi parpol, khususnya yang memegang Kementerian BUMN, untuk menggunakan dana hasil privatisasi.
Menghilangkan Peran Negara
Privatisasi merupakan salah satu agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara Kapitalis lainnya, serta para investor global. Tujuannya tidak lain adalah penjajahan. Selain itu, syariah Islam telah mengharamkan dilakukannya privatisasi, yang hakikatnya memindahkan kepemilikan umum kepada pribadi (swasta), baik asing maupun domestik. Program ini jelas sangat berbahaya, bukan saja bagi negara, tetapi bagi rakyat. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِراَرَ»
Tidak boleh ada bahaya dan (saling) membahayakan (HR Ahmad dan Ibn Majah).
Privatisasi juga merupakan hukum Kufur yang tegak di atas prinsip pasar bebas yang —menjadi salah satu pilar sistem ekonomi kapitalis— sangat bertentangan dengan Islam. Penerapan hukum ini menjadikan Pemerintah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pelayan dan pengatur urusan masyarakat. Pemerintah kemudian menyerahkan perannya kepada pemilik modal.
Privatisasi juga menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat, sementara para pemilik modal terus meningkatkan labanya, sebagaimana yang dikatakan tokoh ekonomi neoliberal.
Syariah Islam menegaskan, bahwa Pemerintah harus mampu mengatur dan melayani urusan masyarakat (ri’âyah as-su’ûn al-ummah), sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad saw.:
«اْلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Untuk itu, Pemerintah harus memiliki alat dan sarana. Salah satunya dengan mendirikan badan-badan yang bertugas menggali sekaligus mengolah barang tambang serta memproduksi barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga harus memiliki badan yang dapat menjamin terdistribusikannya semua itu di tengah-tengah masyarakat.
Privatisasi terhadap BUMN yang terkategori sebagai milik umum dan sektor/industri strategis diharamkan oleh syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكََلإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum Muslim bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Harta milik umum itu meliputi fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi penguasaan oleh individu. Adapun industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk vital yang tanpanya kegiatan pemerintahan dan masyarakat menjadi terhambat.
Privatisasi bukanlah solusi, tetapi merupakan program pemakzulan peran negara dalam melayani rakyatnya. Privatisasi merupakan ancaman yang harus dicegah dengan menerapkan hukum Islam yang terkait dengan kepemilikan umum, juga dengan menegakkan Islam sebagai haluan negara, sehingga fungsi negara sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat benar-benar tegak. Tanpanya, mustahil negara akan menjalankan fungsinya sebagai negara. Karena itu, kita memang membutuhkan syariah Islam dan Khilafah untuk merealisasikannya. []
KOMENTAR:
Umar bin Abdul Aziz: Pemimpin yang Kita Rindukan (Republika.co.id, 23/2/2009)
Tentu saja sistemnya juga kita rindukan, yakni sistem Khilafah.
yah…begitulah saat ini kita semua memang harus berkuat diri dan lebih memperkuat kekuatan dan doa dalam upaya mengembalikan syariah islam agar tegak kembali sebagai hukum yang di ridhoi Allah SWT.ALLAHU AKBAR 3X………
yah begitulah kalo kita di pimpin oleh tangan2 kapitalis.Yang ada di benak mereka hanya bagaimana membuat diri mereka kaya tanpa memperhatikan aturan2.
Saatnya negara ini dipimpin oleh seorang khilafah yg menerapkan hukum2 Allah swt. Dijamin hidup kita akan di ridhoi oleh Allah swt.
Siapa yg dapat mengalahkan hukum2 Allah swt?
Menjual aset = menjual rakyat.
Sudah jelas di negeri ini memang begitu, jadi untuk apa kita masih mengandalkan PEMILU sebagai jalan untuk perubahan? Selama kita masih menghadapkan wajah ke barat (Kapitalism-Demokrasi)terlebih lagi mengikutinya (walaupun berdalih ingin merubah) maka semua itu tidak akan mungkin terjadi. Jadi sesuatu yang utopis itu bukan kembalinya khilafah dan tegaknya syariat Islam, melainkan berharap merubah keadaan dengan mengikuti sistem kapitalis/demokrasi.
=====================================
SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA !!!!!!!
sudah jelas penguasa tidak memihak pada rakyat… tunggu apa lagi ayo, sambut penegakan syariah dalam naungan khilafah Islam…
Syariat Islam not option but obligation. Masih qt berharap pada Asing. sadarlah wahai penguasa.
jelaslah betapa tidak pedulinya pemerintah terhadap rakyatnya…
dengan bangga penguasa mengatakan bahwa mereka berhasil menggiring rakyat ke gombalisasi sistem
belumlah selesai, dengan seenaknya mereka meminta pengertian terhadap upaya yang mereka lakukan
padahal mana yang pantas mendapat penghargaan
tindakan mana yang menyejahterakan rakyat
ingat!!!
dengan tetap dipakainya sistem busuk ini oleh penguasa
tidak hanya indonesia, seluruh dunia justru makin digiring ke dalam kehancuran…
hanya satu solusi
tegakkan ISLAM secara KAFFAH
terapkan syariah dengan KHILAFAH
Allahu Akbar…
Yaaa gitu deh!!!!
Saatnya kita bangkit dengan Ekonomi ISlam!!!!
Jurnalis…
Tahu, siapa penguasa…
dibeli..dibeli..dibeli
_pemimpin kita otak pedagang semua
kalo BUMN-BUMN udah abis di jual, kira-kira apa lagi hayoo yang mo dijual?
ya… Rakyatnya atuh!!!!
Naaaah… terus gimana?? apa wajib meneruskan sistem yang begini??, apa dosa orang yang tidak mau meneruskan sistem yang seperti ini? wajib apa haram hayooo? SBY kurang apa baiknya? tapi baik saja tidak cukup kalau sistemnya sistem semprul. Sistem Islam ,….Khlafah solusinya. Dengan sistem ini orang semprul bisa jadi baik. tapi sistem semprul orang baik bisa weleh…weleh. Mari MUI serukan sistem islam…Khilafah!!
Sudah saatnya penderitaan diakhiri
tinggalkan privatisasi
menuju kehidupan Islami
dimana khalifah mengayomi
dengan Sistem buatan Ilahi
Khilafah ‘alaa minhajin nubuwah
sistem khilafah berlandas manhaj nubuwah
begini lah memang kehawatiran kafir la’natullah yang sudah melihat tanda-tanda akan seger tertegaknya institusi yang sohih di muka bumi ini. karena semakin gencarnya serangan mereka. kita juga harus lebih gencar lagi. para pengembn islam… jangan mau kalah dengan kafir la’natullah itu. mari bersegera menyongsong tegaknya khilafah dengan penuh kesiapan dan ilmu yang selalu menyertai kita. ALLAHU AKBAR…!!3x
sangat disayangkan! umat tersibukkan oleh hingar-bingar pemilu sehingga lupa akan harta mereka yg tengah di obral murah pemerintah. tolak privatisasi! Allahu akbar!
pemerintah dan anggota DPR emang harus dikasi les PRIVAT tentang PRIVATISASI BUMN dan solusinya menurut Islam. les PRIVAT nya gratis, bayarannya langsung dari Yang Maha Kuasa.
syariah&khilafah kerinduan semua umat islam
Makanya bangunlah wahai kaum muslimin .Kita telah tertidur sangat pulas sekali sehingga kita selalu kecurian dengan harta -harta milik kaum muslimin!!Apalagi yang tersisa?! sa’at ini harta bahkan jiwa kita sudah tergadai!! Sungguh keterlaluan para penguasa ,apa keuntungan bagi rakyat dengan menjual aset-aset negara yang jelas-jelas milik rakyat.??!!Lalu rakyat yang MANA….???
Privatisasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran konstitusi sekaligus kegagalan sistem demokrasi kapitalis. Pancasila dan UUD 1945 samasekali tidak punya roh sebagai ideologo. Indonesia memang negara mayoritas muslim terbesar tapi banyak tokoh-tokohnya memilih menjadi anjing-anjing kapitalis daripada memperjuangkan syariah. Krisris keuangan yang melanda amerika serikat sesungguhnya sudah bisa menjadi pelajaran dan bukti bahwa demokrasi, liberal, kapitalis telah gagal. Namun para elit yang bergelar professor Doktor di negeri amburadul ini ternyata daya nalarnya lebih rendah dari binatang. Wallahu ‘alam
bangsa makin kering kerontang dengan privatisasi yg makin menggila saat ini…seharusnya umat mulai berpikir terhadap permasalahan saat ini.bukan hanya pemimpin yg harus di ganti namun sistem kufurlah yg menjadi persoalan paling mendasar dari permasalahan umat.oleh karena itu kembalilah ke syariah dan segera tegakkan khilafah.
mari bersatu untuk Indonesia yang lebih baik, jangan saling menyalahkan. ekomonomi syariah adalah salah satu solisi yang harus kita perjuangkan keneradaannya intuk Indonesia yang lebih baik..